REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei SMRC menemukan ada perbedaan pilihan capres untuk Pilpres 2024 antara elite dan akar rumput di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, temuan ini dibantah politisi PKB yang ada di Senayan.
Politikus PKB, Luluk Nur Hamidah mengatakan, anggapan-anggapan seperti itu sebenarnya cukup mudah dibantah. Salah satunya dengan melihat PKB dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres) beberapa periode terakhir.
"Ternyata, tidak ada bedanya (elite dan akar rumput)," kata Luluk kepada Republika, Jumat (21/7).
Ketua DPP PKB ini menilai, PKB di satu sisi memang memiliki keunikan. Sebab, di sana ada irisan-irisan yang tidak bisa dipisahkan seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PKB.
Anggota Komisi IV DPR RI ini mengingatkan, di NU memang selalu khas karena mereka tidak dalam posisi membuat keputusan. Tapi, ketika PKB sudah membuat keputusan yang final semua selalu berjalan seirama.
"Misal, PKB sudah membuat keputusan yang final tentang mau ke mana arah koalisi, itu bisa dibuktikan dari empat pilpres yang diikuti PKB," ujar Luluk.
Terkait kedekatan PKB dan PDIP yang belakangan mengemuka, ia merasa, itu tidak mengherankan. Sebab, sudah dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, PKB selalu menjadi bagian terdepan yang memberikan dukungannya.
Bahkan, lanjut Luluk, PKB senantiasa membantu sukseskan program-program Presiden Jokowi yang notabene kader PDIP. Ia menekankan, Indonesia ini perlu dibangun lewat banyak gagasan-gagasan yang baik dari siapapun.
Ia merasa, itu tidak terkecuali tokoh-tokoh dari partai-partai lain. Luluk menegaskan, PKB tidak pernah pula menutup diri jika gagasan-gagasan Muhaimin Iskandar, misal, digunakan pihak-pihak lainnya.
Sebab, Luluk menambahkan, PKB memandang perlunya mempertemukan gagasan-gagasan besar dan agenda keindonesiaan untuk masa depan. Apalagi, PKB memiliki hampir 13 juta pemilih ditambah basis-basis kulturalnya.
"Kita sudah mulai membiasakan tentang gagasan-gagasan, tidak melulu menang dan kalah," kata Luluk.