Rabu 12 Jul 2023 17:49 WIB

Pesan Menkes ke Para Penolak UU Kesehatan: Sampaikan dengan Cara yang Sehat dan Intelek

IDI memutuskan tidak mengambil langkah mogok nasional tenaga kesehatan.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan laporan pandangan pemerintah terkait RUU Kesehatan saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Foto:

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) juga mengecam keras langkah DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi undang-undang. Menurut Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih, penyusunan RUU Kesehatan yang terburu-buru, diperparah dengan tidak ada transparansi naskah final kepada publik.

Dia mengatakan, pengesahan ini juga mengabaikan rekomendasi masyarakat sipil terkait aspek formil dan materiil dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, CISDI mencatat ada empat masalah dalam draf dan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang kini telah disahkan. 

Beberapa ketentuan bermasalah, yakni perihal penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD, beberapa kebijakan yang belum inklusif gender dan kelompok rentan, belum dilembagakannya peran kader kesehatan, hingga belum dimasukkannya pasal pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship tembakau dalam RUU Kesehatan.

“Pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang membuktikan pemerintah dan DPR RI mengabaikan aspirasi masyarakat sipil. Kami mengecam proses perumusan undang-undang yang seharusnya inklusif, partisipatif, transparan, dan berbasis bukti,” kata Diah Satyani.

Diketahui, terdapat 12 poin utama yang diatur dari RUU yang menggunakan metode omnibus law tersebut. Pertama adalah penguatan tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pemenuhan kesehatan. Kedua, penguatan penyelenggaraan upaya kesehatan dengan mengedepankan hak masyarakat dan tanggung jawab pemerintah.

"(Tiga) Penguatan pelayanan kesehatan primer yang berfokus ke pasien, serta meningkatkan layanan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, serta bagi masyarakat rentan," ujar Ketua Panja RUU Kesehatan Emanuel Melkiade Laka Lena, Selasa (11/7/2023).

Keempat, pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan untuk kemudahan akses bagi masyarakat. Selanjutnya, penyediaan tenaga medis dan tenaga kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/sub-spesialis melalui satu sistem pendidikan dengan dua mekanisme.

Enam, transparansi dalam proses registrasi dan perizinan, serta perbaikan dalam perbaikan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri melalui uji kompetensi yang transparan. Tujuh, penguatan ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penyelenggaraan rantai pasok dari hulu ke hilir.

"(Delapan) Pemanfaatan teknologi kesehatan, termasuk teknologi biomedis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan," ujar Melki.

Poin kesembilan, penguatan dan pengintegrasian sistem informasi kesehatan. Ke-10, penguatan kedaruratan kesehatan melalui tata kelola kewaspadaan, penanggulangan, dan pasca kejadian luar biasa (KLB) dan wabah.

Ke-11, penguatan pendanaan kesehatan. Terakhir, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antarkementerian/lembaga dan pihak terkait untuk penguatan sistem kesehatan.

"Pembahasan RUU tentang Kesehatan telah dilakukan secara intensif, hati-hati, dan komprehensif dengan menggunakan landasan berpikir bahwa adanya urgensi penguatan sistem kesehatan nasional melalui transformasi kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia," ujar Melki.

 

photo
10 UU akan dihapus oleh omnibus law RUU Kesehatan. - (Infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement