Rabu 05 Jul 2023 17:30 WIB

Uang Kuliah di UI Dikeluhkan Mahal, BEM UI Minta Penjelasan Kampus Tetapi tidak Direspons

Biaya kuliah di UI dikeluhkan mahal setelah terbitnya SK Rektor terbaru tahun ini.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nora Azizah
Uang kuliah di Universitas Indonesia (UI) dikeluhkan mahal berawal dari terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor terkait biaya pendidikan awal tahun ini.
Foto: www.freepik.com
Uang kuliah di Universitas Indonesia (UI) dikeluhkan mahal berawal dari terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor terkait biaya pendidikan awal tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Hingga kini, tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) masih menjadi polemik. UKT yang tergolong mahal dialami sejumlah Calon mahasiswa baru (Camaba) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN), salah satunya Universitas Indonesia (UI).

Terkait hal ini, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang mengatakan bahwa masalah biaya kuliah di UI yang dikeluhkan mahal, berawal dari terbitnya surat keputusan (SK) rektor terkait biaya pendidikan pada awal tahun ini. BEM UI disebutnya telah mencium kemungkinan adanya masalah ke depannya saat itu dan telah beberapa kali minta penjelasan kampus, tetapi tidak direspons.

Baca Juga

Dia juga menyayangkan tindakan kampus yang tidak melibatkan mahasiswa dalam membuat kebijakan terkait biaya pendidikan ini. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa biasa dilibatkan.

"Direktur keuangan UI juga jadi masalah sampai sekarang tidak pernah beri penjelasan kenapa ada kenaikan, ada tarif baru dan sebagainya. Dan seandainya ada kenaikan, kan kita butuh matriks kenapa kelas segini sekian harganya, kenapa yang itu sekian harganya, agar perdebatannya ilmiah. Nah sampai sekarang kita nggak temukan ketegasan itu," kata Melki, dalam pesan singkat yang diterima republika.co.id, Rabu (5/7/2023).

Melki mengatakan, sebuah perguruan negeri harusnya tidak menjadi semena-mena jika telah ditetapkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Terutama terkait biaya pendidikan bagi mahasiswanya.

Status PTNBH, lanjut Melki, justru membuat sebuah kampus menjadi lebih leluasa dalam mencari pendanaan sehingga pendanaan kampus tidak dibebankan kepada mahasiswa semata.

"Saya rasa menjadi PTN-BH harusnya tak bisa jadi alasan kampus berbuat semena-mena dalam menetapkan biaya pendidikan mahasiswanya. Justru menurut undang-undang, PTN-BH diperbolehkan untuk mengakses sumber pendanaan lain di luar biaya pendidikan mahasiswa, seperti kemitraan, kerja sama, dan lain-lain," kata Melki.

Jika status PTNBH justru menjadikan biaya pendidikan tinggi pada sebuah kampus, berarti ada yang salah dalam pengelolaan kampus tersebut. Karena tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber pendanaan lain.

"Kalau menjadi PTN-BH dijadikan alasan mengapa kampus menaikkan harga biaya pendidikan, artinya kampus itu menunjukkan bahwa mereka tak mampu mengelola dan mencari sumber pendanaan lain. Lemah dalam marketing dan inovasi, lalu korbankan mahasiswa dengan biaya tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement