Kamis 29 Jun 2023 22:19 WIB

BNPT: Penanggulangan Terorisme Perlu Pertimbangkan HAM

Pemberian hukuman terhadap mastermind dan aktor pendukung memerlukan transparansi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Penangkapan tersangka tindak pidana terorisme (ilustrasi).
Foto: republika
Penangkapan tersangka tindak pidana terorisme (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memandang penanggulangan terorisme pada saat ini perlu mengkaji aspek hak asasi manusia (HAM). BNPT menyinggung pendekatan HAM kian penting bagi penanggulangan terorisme. 

Hal tersebut disampaikan oleh Kasubdit Perlindungan Objek Vital dan Transportasi BNPT Kolonel CPL Sigit Karyadi dalam sidang terbuka gelar doktornya yang berjudul "Model Penanggulangan Terorisme yang Berkeadilan di Indonesia" di Universitas Borobudur baru-baru ini. Dalam desertasinya, Sigit memaparkan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana terorisme perlu mempertimbangkan HAM. 

Baca Juga

"Caranya dengan memberikan efek jera yang berimbang bagi pelaku dan mastermind yang terlibat di dalam sebuah aksi terorisme," kata Sigit dalam keterangan pers yang diterima pada Kamis (29/6/2023). 

Sigit menekankan penanggulangan terorisme yang berkeadilan perlu diterapkan secara holistik terhadap pelaku tindak pidana terorisme.

"Pemberian hukuman terhadap mastermind dan aktor pendukung perlu melewati telaah yang transparan dan memenuhi rasa keadilan itu sendiri," ujar Sigit.

Sigit juga menilai kondisi penegakan hukum tindak pidana terorisme belum memberikan rasa keadilan berdasarkan HAM. Contohnya adalah penyiaran oleh stasiun televisi saat aparat penegak hukum melakukan penangkapan terhadap terduga teroris.

"Ini dapat memberikan rasa trauma kepada keluarga pelaku tindak pidana terorisme," ucap Sigit. 

Lebih lanjut, Sigit menyampaikan pada saat yang sama isu HAM jangan sampai menjadi tameng bagi para pelaku teror dan melemahkan upaya hukum.

"Revitalisasi hubungan antara polisi, tokoh agama, dan masyarakat dapat mencegah berbagai upaya dalam melemahkan proses hukum tindak pidana terorisme," ujar Sigit. 

Atas dasar inilah, Sigit menyampaikan kesimpulan dari gagasannya. Pertama, pendekatan yang diperlukan kepada narapidana dan mantan narapidana terorisme adalah soft and smart approach. Sedangkan, hard approach adalah jalan terakhir untuk dilakukan. Kedua, penanganan terorisme yang bermotif agama perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah konflik lebih lanjut. 

"Ketiga, BNPT dan Polri perlu memasifkan upaya deradikalisasi sebagai upaya penyeimbang dari penanganan konvensional seperti penangkapan dan penggerebekan," ujar Sigit. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement