Selasa 20 Jun 2023 23:42 WIB

Polisi Tetapkan Pasutri di Bali Jadi Tersangka TPPO dan Penipuan Pekerja Migran

Tersangka menjanjikan penempatan kerja korban di Turki dan Selandia Baru.

Penipuan kerja (ilustrasi). Pasangan suami istri di Bali menjadi tersangka TPPO dan penipuan calon pekerja migran Indonesia.
Foto: Pixabay
Penipuan kerja (ilustrasi). Pasangan suami istri di Bali menjadi tersangka TPPO dan penipuan calon pekerja migran Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali menetapkan pasangan suami istri asal Sumbawa, NTB, yakni Agus Kusmanto dan Elly Yuliantini, sebagai tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Keduanya juga sekaligus menjadi tersangka penipuan calon pekerja migran Indonesia asal Bali.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Ajun Komisaris Besar Polisi Ranefli Dian Candra mengatakan para tersangka diduga memperdagangkan orang dengan modus perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia melalui Yayasan Diah Wisata yang beralamat di Jalan Padang Galak, Kesiman, Denpasar Timur, Bali. Tersangka melakukan perekrutan terhadap sejumlah calon pekerja migran Indonesia untuk bekerja di perkebunan dan hotel di Selandia Baru dan Turki.

Baca Juga

"Tersangka melakukan perekrutan kandidat atau calon pekerja migran Indonesia dan menjanjikan pengiriman dan penempatan mereka ke Turki dan Selandia Baru tanpa memiliki Surat Izin Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), namun tak kunjung diberangkatkan," kata Ranefl didampingi Kabid Humas Polda Bali Kombes Polisi Stefanus Satake Bayu Setianto, Selada (20/6/2023).

Pengungkapan kasus penipuan dan perdagangan orang tersebut pertama kali dilaporkan oleh I Putu Erik Hendrawan, korban penipuan pasutri tersebut yang tadinya berniat bekerja di Selandia Baru. Ranefli mengatakan, korban Erik Hendrawan pada awal Maret 2021 mendatangi kantor Yayasan Diah Wisata dan ditawari oleh pemilik Yayasan Agus Kusmanto.

Saat itu, korban dijanjikan akan dipekerjakan di Selandia Baru dengan dijanjikan gaji Rp 30 juta setiap bulannya. Namun, untuk sampai ke sana, korban harus melunasi kewajiban dengan menyetorkan uang sebanyak Rp 85 juta untuk pengurusan dokumen perjalanan hingga ke tempat tujuan nantinya.

Selanjutnya, karena tergiur dengan tawaran tersebut, korban pun memberikan uang sejumlah Rp 85 juta, namun dibayarkan secara bertahap sebanyak tiga kali sejak Maret hingga April 2021. Sampai Juli 2021, korban tidak juga diberangkatkan oleh Yayasan Diah Wisata dan pelapor mencoba untuk menghubungi pemilik Yayasan Agus Kusmanto, namun nomor telepon selulernya sudah tidak aktif.

Beberapa kali setelah itu korban mendatangi Yayasan Diah Wisata, namun kantor tersebut sudah ditutup. Merasa ditipu, korban melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polda Bali.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, Ditreskrimsus Polda Bali menemukan kasus tersebut menimpa banyak korban hingga mencapai 80 orang. Rata-rata para korban diminta mengumpulkan uang dengan jumlah bervariasi mulai dari Rp 25 juta sampai Rp 85 juta hingga total kerugian korban mencapai Rp 1,6 miliar.

Atas perbuatan tersebut, kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 86 huruf c juncto Pasal 72 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 87 ayat (1) jo Pasal 72 huruf c UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Selain itu, juga Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement