Sabtu 17 Jun 2023 13:35 WIB

Kualitas Udara Buruk, Mengapa DLH DKI tak Tegas Soal Sanksi Kendaraan tak Lolos Uji Emisi?

Hingga kini sanksi bagi kendaraan tak lolos uji emisi baru sebatas sosialiasi.

Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena polusi udara di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Foto:

Sebelumnya, Asep menyebut sumber polutan berasal dari sektor industri dan transportasi. "Untuk polutan SO2 (sulfur dioksida) sumber terbesar berasal dari sektor industri, sedangkan untuk NOx, CO (karbon monoksida), PM10, dan PM2,5 didominasi berasal dari sektor transportasi," kata Asep, Jumat (9/6/2023).

Saat disinggung soal potensi penyebab juga berasal dari kawasan industri di daerah-daerah penyangga seperti Jawa Barat dan Banten, Asep menyebut memang ada pengaruhnya.

"Sumber emisi di suatu wilayah akan memengaruhi wilayah lain karena adanya pergerakan polutan akibat pola angin yang membawa polutan bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain, sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi di lokasi tersebut," jelas dia.

Asep melanjutkan, kondisi kualitas udara yang buruk juga terjadi seiring dengan kondisi cuaca kemarau di Jakarta. Diprediksi tingkat polutan akan menurun memasuki September mendatang.

"Secara periodik kualitas udara Jakarta akan mengalami peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau yaitu bulan Mei hingga Agustus, dan akan menurun saat memasuki musim penghujan bulan September-Desember," ujar dia.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari tren konsentrasi PM 2,5 tahun 2019 sampai dengan 2023. Konsentrasi rata-rata bulanan PM 2,5 bulan April 2023 sebesar 29,75 g/m3 menjadi 50,21 g/m3 di bulan Mei 2023. Namun konsentrasi tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan Mei 2019 saat kondisi normal yaitu sebesar 54,38 g/m3.

Anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar memperbanyak alat pengukur udara di Jakarta. Hal itu disampaikan menanggapi kondisi kualitas udara yang buruk di Jakarta, bahkan beberapa kali menjadi yang terburuk di dunia, versi situs pemantau polusi udara IQ Air.

"DLH harus memperbanyak alat pengukur udara, karena dengan semakin banyak kita bisa evaluasi secara detail dan langkah prioritas apa yang harus dilakukan. Iya (IQ Air) enggak cukup," kata Gembong, Sabtu (17/6/2023).

Dia mengatakan, sudah seharusnya Jakarta memiliki banyak alat pengukur suhu yang memadai untuk melakukan evaluasi secara lebih riil. Dengan alat pengukur yang banyak dan bekerja maksimal, upaya dan langkah yang dilakukan bisa lebih tepat sasaran.

"Misalkan langkah pertama harus mengurangi kendaraan bermotor, kan jelas," ujar dia.

Pengadaan penambahan alat ukur tersebut, lanjut Gembong, bisa dilakukan tidak hanya dari APBD. "Menurut saya Jakarta harus bisa, duit kita banyak. Tapi jangan andalkan APBD doang, perlu inovasi," tutur dia.

Diketahui, seiring dengan status udara tidak sehat di Jakarta, bakal terburuk di dunia menurut IQ Air, DLH DKI Jakarta melakukan berbagai hal, diantaranya yang digencarkan yakni uji emisi kendaraan. Sektor transportasi diyakini mendominasi sebagai faktor polusi udara di Jakarta. 

 

photo
Polusi sebabkan lebih banyak kematian dibanding covid-19. - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement