REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) menilai kasus tindak pidana korupsi (tipikor) akan merajalela apabila Mahkamah Konstitusi mencabut wewenang kejaksaan untuk mengusut kasus korupsi.
"Kalau kewenangan kejaksaan mengusut kasus korupsi diamputasi, sama artinya dengan membiarkan Indonesia tetap terbelakang," ucap Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan HAM DPP KNPI, Wahyu Sandya.
Menurut Wahyu, kinerja kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi cenderung positif sebab turut menangani perkara yang terjadi di daerah selain skandal di pusat.
"Kasus korupsi di daerah sebenarnya sama seriusnya untuk ditangani selain kasus-kasus besar yang terjadi di pusat. Cuma selama ini minim sorotan. Kalau kejaksaan tidak bisa lagi mengusut kasus korupsi, saya yakin akan makin merajalela," tuturnya.
Ia mengakui bahwa kinerja lembaga penegak hukum, termasuk kejaksaan, belum maksimal dalam memberantas korupsi sebab penanganan belum memberikan efek jera mengingat kasus-kasus baru terus bermunculan.
"Namun, bukan berarti kewenangannya malah diamputasi. Semestinya kita turut memperkuat, misalnya melaporkan kasus korupsi di sekitar kita," ucapnya.
Oleh karena itu, KNPI berharap MK konsisten dengan keputusannya terdahulu, yang selalu menolak uji materi tentang penghapusan kewenangan kejaksaan mengusut korupsi.
"MK harus melihat putusan-putusan sebelumnya dan risiko yang terjadi dalam memutus perkara ini. Para hakim konstitusi tidak boleh tunduk pada koruptor," kata Wahyu.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, seorang advokat Yasin Djamaludin memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5), khusus frasa "atau kejaksaan", Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) khusus frasa "atau kejaksaan", dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa "dan/atau kejaksaan" Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Permohonan tersebut terdaftar dalam perkara Nomor 28/PUU-XXI/2023.