Sabtu 10 Jun 2023 17:53 WIB

Kemenkes Jelaskan Penghapusan Mandatory Spending Lima Persen di APBN

PKB minta maaf kalah suara voting dalam Panja RUU Kesehatan soal mandatory spending.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.
Foto: Istimewa
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Siti Nadia Tarmizi merespons banyaknya keluhan penghapusan pengeluaran wajib (mandatory spending) kesehatan di APBN sebesar lima persen dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Dia mengatakan, selama usulan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan, Kemenkes memang tidak menyiratkan angka spesisfik dari mandatory spending tersebut.

Nadia menjelaskan, penyusunan anggaran dalam prosesnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan target dana serta langkah yang jelas.

"Terakhir, ada sistem informasi yang gak memonitoring realisasi anggaran baik APBN, maupun sumber APBD karena selama ini anggaran ini tidak dapat dimonitor realtime  bahkan baru bisa setiap enam bulan,” kata Nadia kepada Republika.co.id di Jakarya, Jumat (9/6/2023).

Dia menegaskan, meski tidak ada angka spesifik pengeluaran wajib, Kemenkes tetap mengupayakan berbagai pengaturan yang lebih baik. Nadia memerinci, ke depan akan ada perencanaan yang berbasis prioritas penyelesaian masalah dengan sifat lokal spesifik maupun target nasional dalam bidang kesehatan.

Dalam pembahasan RUU Kesehatan, persoalan mengenai mandatory spending layanan kesehatan sejauh ini memang menjadi aral di Panja RUU Kesehatan. Sebagian pihak meminta ada peningkatan anggaran kesehatan, tetapi pemerintah berhasil meyakinkan keputusan dengan voting yang akhirnya diterima anggota mayoritas panja DPR.

Panja RUU Kesehatan pun akhirnya menyepakati penghapusan mandatory spending atau pengeluaran wajib minimal lima persen dari APBN untuk kesehatan. Menurut anggota Fraksi PKB DPR Nihayatul Wafiroh, keputusan tersebut diambil setelah mayoritas anggota Panja RUU Kesehatan menyetujui usulan pemerintah.

"Kami meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena sudah berjuang maksimal agar pasal mandatory spending minimal lima persen APBN untuk layanan kesehatan masuk dalam batang tubuh RUU Kesehatan. Namun ternyata kami kalah suara saat voting dalam Panja RUU Kesehatan," ujar Nihayatul di Jakarta, Kamis (8/6/2023).

PKB, kata Nihayatul, tentu sangat menyayangkan fakta politik tersebut. Dia menilai, PKB dari awal menegaskan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai mandatory spending, karena disebutkan secara jelas dalam batang tubuh UU Kesehatan.

"Bahkan PKB dengan tegas memastikan bahwa mandatory spending tersebut minimal lima persen dari APBN dan disebutkan dalam batang tubuh UU kesehatan, tidak sekadar dalam penjelasan UU," kata wakil ketua Komisi IX DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement