Rabu 07 Jun 2023 09:35 WIB

'Jangan Sampai Dosen dan Mahasiswa Jadi Korban Penutupan 23 Kampus'

Kemendikbudristek diketahui mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi swasta.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta, Kemendikbudristek mengantisipasi dampak negatif terhadap penutupan 23 kampus.
Foto: Dok Pri
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta, Kemendikbudristek mengantisipasi dampak negatif terhadap penutupan 23 kampus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) menutup 23 kampus yang diduga melakukan pelanggaran diapresiasi. Kendati demikian, Kemendikbudristek diminta untuk mengantisipasi dampak negatif terhadap civitas akademika, terutama mahasiswa dan dosen di puluhan kampus tersebut. 

“Kami mendukung langkah Kemendikbudristek yang bersikap tegas terhadap kampus yang diduga melakukan pelanggaran. Hanya saja nasib mahasiswa dan dosen juga pegawai di berbagai kampus tersebut terancam terkatung-katung,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Rabu (7/6/2023).

Baca Juga

Kemendikbudristek diketahui mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi swasta (PTS) di berbagai wilayah Indonesia. Langkah ini diambil setelah Kemendikbudristek menemukan adanya bukti bahwa puluhan kampus tersebut melakukan berbagai pelanggaran. Mulai dari jual beli ijazah, pembelajaran fiktif, hingga penyalahgunaan KIP Kuliah. 

Huda mengatakan, sebagian besar pelanggaran dari berbagai kampus dilakukan oleh pihak manajemen. Civitas akademika terutama para mahasiswa kemungkinan kecil terlibat dalam kasus yang memicu penutupan kampus tersebut. 

“Maka kalau tiba-tiba kampus mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar lagi karena izinnya dicabut maka sudah pasti mereka akan dirugikan. Pun juga dengan pegawai kampus termasuk para dosen,” katanya. 

Secara regulasi, kata Huda, mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan bisa pindah ke kampus lain. Perpindahan ini menjadi tanggung jawab badan penyelenggara, yakni Lembaga Layakanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) dalam hal ini PTS. 

“Ketentuan ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020 pasal 21 ayat 3, hanya saja dalam praktik di lapangan terkadang banyak kendala sehingga nasib mahasiswa menjadi tidak jelas,” ujarnya. 

Dia mengungkapkan fakta di lapangan menunjukkan jika dalam kasus pencabutan izin kampus, manajamen kampus kerap kali lepas tangan. Mereka merasa tidak punya beban lagi karena kampus mereka benar-benar tidak boleh lagi beroperasi. 

“Padahal banyak dokumen adminstratif yang harus dipenuhi di kala mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan saat mereka ingin pindah ke kampus lain,” katanya. 

Politikus PKB ini pun berharap agar LLDIKTI Kemendikbudristek melakukan langkah aktif untuk menyelematkan mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dari 23 kampus yang ditutup. Langkah aktif ini diyakini akan membantu mereka utamanya para mahasiswa untuk segera mendapatkan tempat belajar baru. 

“LLDIKTI melalui berbagai pos layanan mereka harus bersikap aktif. Jangan menunggu inisiatif dari mahasiswa karena bisa jadi mereka juga terpukul mengetahui tempat belajar mereka ditutup,” katanya. 

Legislator dari Jabar VII ini mengingatkan jika angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia masih relatif rendah. Jangan sampai penutupan kampus-kampus yang bermasalah ini kian menyempitkan akses pendidikan tinggi di Tanah Air. 

“Kami sangat mendukung langkah tegas Kemendikbudristek ini meskipun di satu sisi juga harus dipikirkan bagaimana langkah tegas ini tidak berdampak negatif terhadap upaya meningkatkan APK pendidikan tinggi di Indonesia,” ujar Huda.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement