REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional, Parid Ridwanuddin, membantah keras alasan ekspor pasir laut dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menyinggung sedimentasi. Menurut dia, PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut terkesan sangat keliru.
“Karena PP ini memukul rata semua yang ada di laut itu hasil sedimentasi. Padahal, penyebab utama sedimentasi itu berasal dari luar laut,” kata Parid saat dikonfirmasi, Kamis (1/6/2023).
Dia mencontohkan, penambangan emas di Freeport yang berlokasi di darat dan pegunungan memang sangat berdampak pada lingkungan sekitar. Namun, pertambangan itu tak hanya berdampak pada apa yang ada di daratan, tapi juga meluas ke laut.
“Contohnya penambangan di Freeport, nambangnya memang di gunung, tapi limbahnya dibuang ke sungai dan berakhir di laut,” jelasnya.
Intinya, kata Parid, sedimentasi memang merusak. Namun demikian, sedimentasi tidak bisa disamaratakan. Sebab itu, dirinya menyarankan pemerintah untuk mengatasi sedimentasi dengan perbaikan di daratan dan tidak mengeruk pasir laut.
“Jadi gimana beresin sedimentasi? Beresin dulu daratnya, hulunya. Karena apa yang ada di laut itu dampak dari yang ada di darat. Bukan daratnya dihancurkan, lalu di laut juga dihancurkan,” tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dibuat untuk memperjelas aturan reklamasi di dalam negeri.
"Kita buat PP tujuan untuk memenuhi reklamasi dalam negeri. Sedimentasi boleh, yah, silakan. Penentunya bukan dari PP ini, tapi dari tim kajian nanti. Siapa tim kajian itu adalah tim KLHK, KKP, Greenpace, Walhi, ESDM, kalau mereka mengatakan bisa, ya, bisa," ujar Trenggono dalam Konferensi Pers di Kementerian KKP, Rabu (31/5/2023).
Menurut Wahyu, sedimentasi untuk reklamasi dibolehkan asal mendapatkan izin dari tim kajian. Perihal permintaan ekspor, menurutnya juga akan melalui proses yang sama, tapi pihaknya akan tetap memprioritaskan kebutuhan dalam negeri.
Permintaan ekspor selama hasil sedimentasi boleh saja buat penggunaan dalam negeri dan luar negeri. "Tidak apa-apa selama dia bayaran mahal ke dalam negeri, (soalnya) kok yang untung Johor (Malaysia) terus. Nah johor mengambilnya dari mana? Jangan-jangan dari kita juga. Ya, kalau dari kita, mana mau saya," ungkapnya.