Selasa 30 May 2023 01:47 WIB

Anas: Sistem Proporsional Tertutup Langkah Mundur Demokrasi Kita

Anas menegaskan sistem proporsional terbuka belum diterapkan pada Pemilu 2004.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Agus raharjo
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyapa kerabat dan simpatisan usai bebas dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyapa kerabat dan simpatisan usai bebas dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anas Urbaningrum sebagai mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), buka suara terkait sistem pemilihan umum (pemilu). Hal ini merujuk pada bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu yang kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Menurut Anas, jika Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup, hal itu merupakan kemunduran dalam demokrasi Indonesia. Hal itu bisa mengistimewakan elite politik dan pemilih kemudian kembali menjadi objek politik, hanya sebagai sekadar ornamen demokrasi.

Baca Juga

"Jika benar sistem proporsional tertutup yang diputuskan oleh MK, sungguh itu arus balik dalam demokrasi kita. Langkah mundur yang nyata," kata Anas di Twitter centang birunya dikutip Republika.co.id di Jakarta pada Senin (29/5/2023).

Anas kemudian juga buka suara atas cicitan mantan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang informasi bocoran sistem proporsional tertutup oleh MK. Anas meminta SBY tidak menggunakan diksi isu besar dalam dunia politik di Indonesia.

"Perubahan sistem untuk Pemilu tahun 2009 terjadi pasca-putusan MK 23 Desember 2008. Pemungutan suaranya terjadi pada 9 April 2009. Pemilu 2009 terbukti berjalan lancar dan tidak ada chaos politik. Jadi lebih baik Pak @SBYudhoyono tidak bicara chaos terkait dengan pergantian sistem pemilu di tengah jalan," kata Anas.

Menurut dia, tidak elok SBY justru membuat kecemasan dan kegaduhan. "Cukuplah bicara dalam konteks setuju atau tidak. Itu perihal perbedaan pendapat yang biasa saja," kata dia.

Anas juga merujuk pada fakta, yang kata dia pada 2009 juga juga terjadi pergantian sistem pemilu di tengah jalan. "Tidak mungkin beliau lupa atas peristiwa Pemilu 2009 tersebut yang alhamdulillah tidak terjadi chaos, melainkan baik-baik saja," tutur dia.

Menjawab cicitan Anas, warganet melalui akun @PartaiSocmed mengungkapkan bahwa sistem proporsional terbuka sudah dimulai sejak Pemilu 2004. Saat itu, Anas sudah menjadi anggota KPU.

"Maaf bung @anasurbaningrum, sistem proporsional terbuka sudah dimulai sejak Pemilu 2004, justru ketika Anda menjadi anggota KPU," kata akun @PartaiSocmed.

Kendati begitu, Anas membantah bahwa pemilu sistem proporsional terbuka belum diterapkan pada 2004. Dia menjelaskan, bahwa saat itu yang digunakan adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.

"Pada pemilu 2004 belum menggunakan sistem proporsional terbuka. Tetapi tepatnya adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka," ujar Anas di Twitter menjawab pernyataan @PartaiSocmed di Twitter.

"Khusus pada metode penetapan calon terpilih, kembali ditutup, kecuali calon yang mencapai angka Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Di luar itu dikembalikan pada nomor urut. Jadi bisa dibilang sebagai sistem 'terbuka terbatas' atau 'semi tertutup'," katanya.

Anas melanjutkan berdasarkan putusan MK pada 23 Desember 2008, ketentuan tentang metode penetapan calon terpilih yaitu berdasarkan perolehan suara. Bukan lagi yang berdasarkan kesaktian nomor urut.

"Hemat saya: sistem proporsional terbuka yang digunakan pada Pemilu 2009, 2014, 2019 masih relevan —lebih tepat untuk dipilih— untuk pemilu 2024. Betul ada kekurangan. Tetapi jelas lebih baik ketimbang sistem proporsional tertutup. Ulangi: lebih baik, lebih tepat. Karena ini soal pilihan yg tidak halal dan haram," tegas Anas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement