REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks pegawai KPK yang terhimpun dalam IM57+ Institute mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 112/PUU-XX/2022 yang memperpanjang masa jabatan Komisioner KPK menjadi 5 tahun. IM57+ Institute berharap KPK tak dijadikan alat politik jelang Pilpres 2024.
IM57+ Institute menilai, judicial review UU KPK sarat kepentingan pribadi. Sejak awal, proses peninjauan kembali masa jabatan komisioner dari empat menjadi lima tahun dilaksanakan tanpa adanya dimensi kepentingan publik, terlebih pemberantasan korupsi.
Fokus utama hanyalah mengakomodasi kepentingan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang belum mencukupi umurnya sesuai dengan syarat minimal 50 tahun sesuai aturan dalam Undang-Undang (UU) 19 Tahun 2019. Gugatan itu juga menguntungkan komisioner lainnya, termasuk Komjen (Purn) Firli Bahuri.
"Terlebih permohonan masa jabatan dari empat menjadi lima tahun tidak muncul sejak awal melainkan muncul pada proses perbaikan permohonan. Seakan adanya skenario yang diatur pada proses tersebut," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
IM57+ Institute memandang pertimbangan hukum perpanjangan masa jabatan komisioner KPK menjadi lima tahun yang digunakan oleh hakim MK terbantahkan dengan sendirinya melalui pertimbangan putusan yang dibacakan. Isinya menyatakan, ppimpinan KPK periode selanjutnya seharusnya dipilih oleh presiden dan anggota DPR pada periode 2024-2029.
"Hal tersebut mengingat, apabila putusan tersebut diterapkan saat ini juga maka proses pemilihan akan dilaksanakan oleh DPR RI periode yang sama, yaitu periode tahun 2019-2024 karena pemilihan Komisioner KPK akan dilaksanakan bulan september 2024, sedangkan Anggota DPR periode 2019-2024 baru akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024. Artinya esensi dari pertimbangan tidak dapat diterapkan," ujar Praswad.
IM57+ Institute khawatir, putusan itu berpotensi digunakan untuk kepentingan politik 2024. Kecurigaan itu didasarkan keanehan proses pengajuan dan argumentasi yang seakan dipaksakan. Apalagi, menurut Praswad, putusan diterapkan untuk masa kepemimpinan periode ini.
"Maka terdapat potensi besar KPK akan digunakan untuk kepentingan politik 2024. Menyeret KPK ke dalam kepentingan politik sama dengan membunuh anak kandung reformasi," ucap Praswad.
IM57+ Institute menilai apabila praktik itu dibiarkan berpotensi merusak demokrasi dan value utama dari anti korupsi. Hal tersebut mengingat proses yang terindikasikan penuh konflik kepentingan. "Untuk itu, putusan MK tersebut seharusnya tidak berlaku untuk periode kepemimpinan saat ini," ujar Praswad.