Dalam Islam, khitan berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Namun, para ulama berbeda pendapat soal ini. Hal ini karena perintah mengenai khitan tidak dijelaskan secara perinci dalam Alquran. Masalah khitan ini hanya dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW. Karena itu, para ulama berbeda pendapat mengenai syariat berkhitan ini, apakah hanya untuk laki-laki dan perempuan.
Namun, sejumlah riwayat menyatakan, sesungguhnya berkhitan juga disyariatkan bagi perempuan. Sebab, kefitrahan yang dimaksudkan Rasul SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai khitan, berlaku untuk semua. Karena, dalil hadisnya bersifat umum. Apalagi, syariat (millah) berkhitan merupakan ajaran Nabi Ibrahim AS. Oleh karena itu, ada ulama yang menyatakan, hukum berkhitan adalah wajib, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Dalil atau landasan hukum yang dijadikan dasar oleh para ulama mengenai hukum berkhitan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abud Dawud dan Ahmad. Buanglah darimu buku (rambut) kekufuran dan berkhitanlah. Atas dasar ini, mayoritas ulama, seperti Imam Syafii, Hanbali, sebagian pengikut Imam Malik, dan Abdurrahman al-Auza'i (wafat 156 H) sepakat menetapkan hukumnya wajib bagi laki-laki.
Sementara, hukum khitan bagi kaum perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib. Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadis seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya. Tidak ada hadis sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan.
Sayid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah menegaskan, semua hadis yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif atau lemah, tidak ada satu pun yang sahih.