REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Terobosan dalam dunia pendidikan Indonesia dinilai penting dilakukan untuk mengejar ketertinggalan. Praktisi pendidikan, Muhammad Nur Rizal mengungkapkan ketertinggalan Indonesia dalam hal kualitas pendidikan sangat jauh dibandingkan negara maju.
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023 yang jatuh pada 2 Mei kemarin dapat dijadikan langkah untuk semakin mengevaluasi pendidikan Indonesia. Terlebih, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan dalam bidang pendidikan, khususnya pemerintah.
"Masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh pemerintah dan bangsa ini, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini kan tidak bisa diselesaikan dengan program-program yang rutin yang sifatnya biasa yang tidak menerobos. Kalau menurut kami, terobosan itu harus segera dilakukan untuk mengejar ketertinggalan," kata Rizal yang juga pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) tersebut kepada Republika, Rabu (3/5/2023).
Dilihat dari berbagai aspek, pendidikan di Indonesia dinilai masih rendah dan stagnan. Mulai dari aspek kebahagiaan siswa, yang mana masih banyak anak-anak usia sekolah yang mengalami kekerasan sebanyak hampir dua kali lipat dari negara lain.
Artinya, kata Rizal, tingkat kekerasan dalam pendidikan Indonesia masih tinggi. Hal ini tentunya menjadikan ekosistem sekolah belum memberikan rasa aman bagi anak untuk belajar, atau tidak memberikan keberagaman dan penerimaan atas anak-anak yang berbeda. "Jadi anak-anak itu merasa malu dan tidak percaya diri, dan itu berdampak pada motivasi belajar dan keinginan untuk tumbuh," katanya.
Rizal juga menyinggung terkait program pemerintah dalam bidang pendidikan yang bersifat rutinitas, dan bahkan membebani guru dengan administrasi yang berbelit-belit. Padahal, program yang bersifat rutinitas ini justru tidak akan meningkatkan kualitas guru, dan juga berdampak kepada anak.
"Ketika itu jadi beban guru, akhirnya tidak punya motivasi untuk pembelajaran dan berdampak pada karakter murid. Itu perlu direnungi," katanya menambahkan.
Untuk itu, Rizal menekankan pentingnya terobosan dalam bidang pendidikan, yang mana harus didasarkan pada ketertinggalan pendidikan di Indonesia. Ini juga mengingat adanya ketimpangan yang luar biasa antar daerah di Indonesia.
Menurut Rizal, dari puluhan provinsi di Indonesia, hanya dua provinsi dengan literasi numerasi yang mencukupi. Dua provinsi tersebut adalah DKI Jakarta dan DIY. "Itu pun hanya literasi numerasi (yang mencukupi), belum lagi aspek kebahagiaannya," jelas Rizal.
Rizal menekankan, melakukan terobosan dalam program-program di bidang pendidikan harus dilakukan secara fundamental. Artinya, terobosan tersebut tidak cukup dilakukan di satu level pemerintah saja, mengingat pendidikan ini melibatkan banyak instansi.
"Terobosan ini tidak cukup levelnya di level kementerian, tapi justru instruksi presiden karena lintas departemen. Misalnya untuk meningkatkan penelitian, anggaran riset kan cukup besar. Kan tidak bisa hanya dari Kementerian Keuangan saja (yang mengatur)," ujarnya.