REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagai kota yang hidup dari sektor pariwisata, Yogyakarta tidak pernah berdiam diri. Kota ini terus mencari alternatif destinasi atau atraksi wisata yang selalu baru agar wisatawan tetap datang dan datang lagi.
Hingga saat ini, magnet utama wisata di Yogyakarta adalah Malioboro. "Belum ke Yogyakarta jika belum ke Malioboro" layaknya mantra yang selalu menyihir wisatawan untuk tidak lupa menyempatkan diri mampir ke Malioboro.
Namun, sebenarnya masih banyak destinasi wisata lain yang juga tidak kalah menarik untuk dikunjungi di Yogyakarta, salah satunya kawasan Kotabaru yang berada tidak jauh dari Malioboro.
Kotabaru yang menjadi salah satu kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta menawarkan suasana lain dan tentu unik dibanding destinasi wisata yang selama ini sudah dikenal di Yogyakarta khususnya wisata berbasis budaya tradisional.
Sebagai kawasan cagar budaya, Kotabaru dipadati dengan deretan bangunan dan rumah bergaya arsitektur kolonial atau indische karena kawasan seluas sekitar 71 hektare tersebut pada awalnya dibangun untuk permukiman warga Eropa.
Kawasan tersebut dibangun dengan konsep garden city yang membuat rona kawasan menjadi semakin asri. Setiap rumah memiliki taman dan pohon besar, begitu pula dengan ruas-ruas jalan yang terkesan teduh dengan banyaknya pohon perindang.
Saat ini, sebagian bangunan di Kotabaru tidak hanya dimanfaatkan untuk rumah tinggal tetapi berkembang untuk berbagai kegiatan lain seperti perkantoran, tempat ibadah, tempat usaha, kafe, restoran, museum, sekolah, hingga rumah sakit.
Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, di kawasan tersebut terdapat 60 bangunan yang berstatus sebagai bangunan cagar budaya (BCB).
Karena keunikannya yang tetap terjaga hingga saat ini, Pemerintah Kota Yogyakarta pun berupaya menghidupkan kawasan tersebut untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata sekaligus sebagai upaya pelestarian kawasan.
Pada 17 Maret, diluncurkan branding untuk kawasan tersebut yang diberi nama "Goedenavond Kotabaru" atau Selamat Malam Kotabaru yang menandai upaya pemerintah daerah setempat bersama seluruh pihak terkait untuk menghidupkan kawasan tersebut sebagai alternatif wisata malam di Yogyakarta.
Guna melengkapi upaya branding, juga diluncurkan calendar of event berisi atraksi maupun kegiatan seni dan budaya yang akan digelar di Kotabaru sepanjang 2023, salah satunya Kotabaru Heritage Festival.
"Akan ada banyak kegiatan berbasis budaya yang diselenggarakan di Kotabaru untuk mendukung upaya branding tersebut. Tentunya, kegiatan yang digelar diselaraskan dengan suasana heritage di Kotabaru," kata Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti saat peluncuran branding Kotabaru.
Guna memastikan agar seluruh kegiatan yang diselenggarakan di kawasan Kotabaru selaras dengan suasana kawasan, maka seluruh kegiatan harus dilakukan melalui kurasi oleh tim khusus.
Dengan demikian, tidak sembarang event bisa digelar di kawasan Kotabaru agar citra kawasan tersebut semakin kokoh sehingga tujuan utama yang ingin dicapai dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai alternatif wisata malam di Yogyakarta bisa diwujudkan.
Sebagai awal, ditetapkan dua lokasi untuk pusat penyelenggaraan aktivitas reguler yang mendukung branding Selamat Malam Kotabaru yaitu di Jalan Sudirman dan di Jalan Nyoman Oka.
Selain dari event reguler, pemerintah daerah juga mengharapkan dukungan dan sinergi dari seluruh elemen di kawasan tersebut seperti kafe, restoran, perpustakaan, museum, dan elemen lain untuk mendukung upaya menghidupkan kawasan itu sebagai tujuan wisata.
Meskipun dikembangkan sebagai alternatif wisata malam di Yogyakarta, namun pemerintah daerah setempat meyakini jika hal tersebut tidak akan mempengaruhi upaya pelestarian kawasan.
Pengembangan pariwisata di Kotabaru justru diyakini dapat meningkatkan kesadaran seluruh elemen di kawasan tersebut untuk menjaga dan merawat kawasan cagar budaya termasuk merawat bangunan yang menjadi keunikan kawasan.
"Dengan branding yang baru saja diluncurkan, maka diharapkan dapat mengoptimalkan proses pelestarian budaya. Pelestarian dilakukan dengan memperkuat pemanfaatan kawasan karena seluruh elemen menyadari bahwa daya tarik utama Kotabaru adalah pada sisi heritage-nya," kata Yetti.
Di beberapa bangunan pun sudah diberi penanda dan narasi agar wisatawan maupun masyarakat memahami kisah yang pernah terjadi di bangunan tersebut. "Bangunan lain juga akan kami lengkapi dengan narasi-narasi yang bisa memberikan informasi lebih luas ke wisatawan," katanya.
Pemerintah Kota Yogyakarta juga sudah memiliki aturan terkait izin pembangunan yang harus dipenuhi di kawasan cagar budaya. Setiap perencanaan pembangunan atau rehabilitasi gedung harus didasarkan pada rekomendasi agar bangunan tidak menyimpang dari arsitektur asli.
Sementara itu, peluncuran branding untuk kawasan Kotabaru dimulai setelah infrastruktur dan fasilitas umum terpenuhi, salah satunya dengan melakukan revitalisasi pedestrian di kawasan tersebut yang dimulai 2018 dan berakhir 2022 yaitu di Jalan Suroto dan berlanjut ke Jalan Jenderal Sudirman. Dukungan infrastruktur dinilai menjadi bagian penting dalam upaya mengembangkan kawasan.
"Di kawasan Kotabaru ini akan dikembangkan wisata alternatif yang sifatnya premium. Bukan kami tidak menjaga budaya tradisi, tetapi hal itu bisa dikembangkan di kawasan cagar budaya lain yang dinilai lebih sesuai," kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya.
Selain Kotabaru, Pemerintah Kota Yogyakarta juga sudah menyiapkan rencana branding untuk dua kawasan cagar budaya lain yaitu Pakualaman dan Kotagede yang akan dilakukan tahun depan.
"Sama seperti Kotabaru, branding baru akan dilakukan jika dukungan infrasturktur dinilai sudah siap," kata Aman.
Untuk di kawasan Pakualaman, saat ini sedang dilakukan revitalisasi Pasar Sentul. Revitalisasi pasar tradisional tersebut juga ditujukan untuk memindahkan pedagang yang selama ini berjualan di Alun-Alun Sewandanan yang berada tepat di depan Pura Pakualaman.
Setelah pedagang masuk pasar, maka akan dilanjutkan penataan untuk kebutuhan branding kawasan. Sedangkan untuk kawasan Kotagede juga menunggu pembangunan amfiteater di Embung Giwangan selesai dibangun tahun ini dengan anggaran sekitar Rp20 miliar dari dana keistimewaan.