Ahad 16 Apr 2023 15:46 WIB

OTT Walkot Bandung, Pengamat Singgung Mahalnya Biaya Politik

Pengamat hukum menyinggung mahalnya biaya politik terkait OTT Walkot Bandung.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Wali Kota Bandung Yana Mulyana memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta. Pengamat hukum menyinggung mahalnya biaya politik terkait OTT Walkot Bandung.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wali Kota Bandung Yana Mulyana memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta. Pengamat hukum menyinggung mahalnya biaya politik terkait OTT Walkot Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) merespons Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang terseret kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bandung. Yana baru saja diciduk dalam dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Peneliti Perludem Ihsan Maulana menilai fenomena kepala daerah terjerat kasus korupsi disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya, mahalnya biaya politik untuk bisa memenangkan kontestasi lima tahunan. 

Baca Juga

"Tidak dipungkiri bahwa politik dalam konteks pencalonan di Indonesia masih berbiaya tinggi, sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa seseorang/calon kandidat untuk mendapatkan tiket atau rekomendasi menjadi calon kepala daerah harus menyetorkan sejumlah uang/mahar politik kepada partai," kata Ihsan kepada Republika, Sabtu (15/4/2023). 

Ihsan memandang masalah ini didukung tidak adanya upaya yang jelas dan serius oleh penyelenggara pemilu guna mencegah terjadinya mahar politik. Padahal UU Pemilu dan Pilkada sudah memberikan kewenangan jika terjadi mahar politik sanksinya dapat dipidana, bahkan dibatalkan keikutsertaannya dalam Pemilu dan Pilkada. 

"Tetapi ruang ini sayangnya tidak pernah digunakan secara serius oleh penyelenggara pemilu," ujar Ihsan.

Akibat proses pencalonan berbiaya mahal dan mahar politik, maka kandidat yang terpilih dalam Pemilu tak lagi memikirkan menjalankan visi dan misinya membangun daerah. 

"Melainkan bagaimana cara mengembalikan ongkos politik yang sudah dikeluarkan. Alhasil terjadi tindak pidana korupsi saat menjabat," lanjut Ihsan. 

Selain tingginya biaya politik, Ihsan menyoroti partai politik masih bergantung pada sumber-sumber pendanaan yang haram. Hal ini lantaran didorong kebutuhan untuk membiayai operasional partai, kegiatan partai, kaderisasi hingga pendidikan politik. Apalagi, bantuan keuangan negara untuk kebutuhan partai tidak mampu mencukupi menutupi keperluan parpol tersebut. 

"Kami melihat ada celah minimnya pembiayaan partai politik yang menyebabkan parpol bergantung pada sumber pendanaan seperti ini," ucap Ihsan. 

Oleh karena itu, Ihsan mendorong reformasi keuangan partai politik agar dapat mandiri dalam menutupi biaya operasional partai. Sehingga parpol tidak bergantung pada pendanaan-pendanaan yang dilarang oleh UU dimana salah satunya adalah ketergantungan pada mahar politik. 

"Perlu ada upaya reformasi keuangan partai politik untuk memutus pusaran ketergantungan pendanaan yang tidak sehat. Misalnya bantuan keuangan parpol yang cukup untuk operasional partai, kaderisasi dan pendidikan politik agar partai dengan diimbangi transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan partai," tegas Ihsan. 

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabaran kembali melakukan operasi tangkap Tangan (OTT) terhadap kepala daerah. Kali ini, Wali Kota Bandung Yana Mulyana terjaring dalam OTT pada Jumat (14/4/2023). 

“KPK, pada Jumat (14/4/2023) telah melakukan kegiatan tangkap tangan terhadap beberapa orang yang sedang melakukan tindak pidana korupsi,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu (15/4/2023).  

Yana dan sejumlah pihak ditangkap diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap dalam pengadaan barang jasa berupa CCTV dan jaringan Internet pada program Smart City Kota Bandung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement