Ahad 16 Apr 2023 13:49 WIB

Habib Husein Jafar: Capres Mendatang Penting Memiliki Kesadaran Lingkungan

Habib Husein Jafar jelaskan, Capres mendatang harus menjaga kelestarian lingkungan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Erdy Nasrul
Habib Husein Jafar Al Hadar memberikan tausiyah dalam salah satu acara di Jakarta, Senin (8/11/2022).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Habib Husein Jafar Al Hadar memberikan tausiyah dalam salah satu acara di Jakarta, Senin (8/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Isu lingkungan belakangan seakan tergerus oleh isu-isu lain yang mengemuka di dunia bahkan di Indonesia. Memasuki tahun politik, para politisi didesak untuk mengutamakan lingkungan yang menjadi tempat hidup semua umat manusia dan agama di muka bumi ini terlebih Indonesia.

Pendakwah muda, Habib Husein Ja'far Al Hadar menilai, calon presiden (capres) pada pemilihan umum mendatang harus memiliki kesadaran lingkungan atau ekologi. Menurutnya, siapapun capresnya itu tidak penting, namun nilai yang ditawarkan adalah yang paling diutamakan. Salah satu nilai pada capres, yaitu berpihak pada lingkungan.

Baca Juga

"Tanpa kesadaran lingkungan bisa berantakan bangsa ini," ujar Habib Jafar dalam diskusi publik oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dipandu oleh pendiri FPCI, Dino Patti Djalal, di Jakarta, Jumat (14/4/2023) malam.

"Anda bisa saja satu hari memilih si A, besok memilih si B dan itu bukan suatu kemunafikan, tapi itu satu konsistensi kepada nilai dan ideologi. Jadi tidak apa-apa berpindah-pindah pilihan pada orang, tapi tidak pernah berpindah-pindah nilai," lanjut dia.

Kesadaran menyoal lingkungan menurutnya adalah dasar bagi seorang manusia hidup di dunia, dan terutama pemimpin yang hendak memimpin sebuah bangsa. Dia menilik dari enam pokok tujuan syariat Islam, yang salah satunya yaitu hifdzul bi'ah atau memelihara lingkungan.

Lima diantaranya adalah hifdz al nafs (memelihara jiwa), hifdz al-’aql (memelihara akal), hifdz al-mal (memelihara harta), hifdz an-nasl (memelihara keturunan). Sementara dasar dari semua itu adalah hifdzul bi'ah (memelihara lingkungan).

"Jika tidak ada lingkungan yang bisa kita tempati — bagaimana kita bisa berpikir, menjalankan agama, menikmati harta, menjaga keturunan kita? Apakah jiwa kita bisa hidup tanpa adanya lingkungan? Maka itu, dasar dari semua prinsip dalam ilmu agama adalah adanya lingkungan. Ketika lingkungan tidak ada, maka kita tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan ibadah dan hidup sekali pun," jelas pendakwah magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Lebih jauh, Habib Jafar menyinggung mengenai teori spiritualitas Islam yang disebut Wahdatul Wujud. Ini, kata dia juga menjadi dasar untuk berkesadaran mengenai lingkungan di mana manusia berpijak.

"Dalam Islam ada teori spiritualitas yang disebut dengan Wahdatul Wujud, bahwa kita ini satu. Saya, Pak Dino, meja, sendok, dan ruangan semua kita satu sebagai manifestasi dari Tuhan yang akan kembali nanti semua kepada Tuhan. Itulah kesadaran dasar kita," kata dia.

Berangkat dari situ, ketika seseorang menyakiti binatang maupun tumbuhan hingga tidak baik kepada semesta, maka yang menjadi rugi utamanya adalah diri sendiri. Oleh karena itu, kesadaran lingkungan itu bahkan dalam perspektif yang pragmatis sekalipun masih harus dijaga.

"Kalau kamu merusak lingkungan, kamu merusak dirimu sendiri. Kalau agama saja dasarnya kesadaran lingkungan, apalagi negara," tutur pria kelahiran 21 Juni 1988 ini.

Para capres nantinya dia desak untuk mengutamakan agenda lingkungan dan berorientasi pada nilai-nilai ekologi. Sebab lingkungan yang menjadi dasar dan pedoman bagi sebuah negara dalam mebangun infrastruktur, ekonomi dan lain sebagainya.

"Maka omong kosong mengenai pembangunan ekonomi, berbicara tentang pembangunan manusia kalau dia tidak selesai berbicara pembangunan lingkungan hidup yang berbasis kesadaran ekologi," katanya.

"Apalah arti APBN, apalah arti kemajuan ekonomi, apalah arti pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya dengan sekali gempa mereka habis, dengan sekali banjir habis. Jadi kita akan mencari politisi yang berkesadaran lingkungan, berkesadaran ekologi, dan politik yang ramah ekologi," tandasnya.

Bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan hari Bumi sedunia tanggal 22 April, FPCI menggabungkan kedua tema dengan topik landasan Al-Qur’an mengenai kelestarian lingkungan, krisis iklim, dan peran Muslim dan umat manusia menanganinya. "Ini adalah satu perspektif yang perlu dipahami oleh umat Islam," kata Dino Patti Djalal, pendiri FPCI.

Dino melihat tantangan terbesar bagi umat manusia kini adalah perubahan iklim, tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Sementara penduduk mayoritas Indonesia adalah Islam, FPCI menilai ada keterkaitan erat antara ISlam dan lingkungan sehingga dia memberikan tema besar dalam diskusi publik tersebut dengan "Amanah Islam dalam Menjaga Bumi Bersama."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement