REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dukungan Kongres Amerika Serikat terkait perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika Serikat. Hal ini disampaikan Jokowi saat bertemu delegasi Kongres AS di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/4).
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.
"Bapak Presiden juga meminta dukungan untuk perpanjangan fasilitas GSP dari Amerika Serikat," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya isu akses pasar bagi negara berkembang seperti Indonesia.
"Bapak Presiden menyampaikan bahwa isu market access ini sangat penting kalau kita bicara kerja sama dengan negara berkembang seperti Indonesia," kata Retno.
Kepada Delegasi Kongres AS, Jokowi juga menyampaikan keinginan Indonesia agar bisa menjadi bagian dari rantai pasok dunia dan Amerika Serikat. Jokowi juga menyinggung mengenai kesiapan kerja sama transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP).
"Jadi JET-P ini sudah ada uang yang sudah ada 20 billion dollar AS, sekarang tinggal bagaimana dengan uang yang tersedia itu kita mengimplementasikannya untuk mendukung transisi energi," jelas Retno.
Menurut Menlu, di dalam pertemuan ini, Jokowi juga menyampaikan mengenai komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim dan lingkungan. Retno mengatakan, isu ini menjadi perhatian delegasi Kongres AS.
Karena itu, Presiden menyampaikan sejumlah hal yang telah dicapai pemerintah, salah satunya, yakni menurunnya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
"Makanya bapak bicara dan bapak bicara dengan data untuk menunjukkan bahwa kita telah achieve of things di bidang climate change, termasuk environment, termasuk untuk mengurangi kebakaran hutan yang menurun lebih dari 80 persen," kata Retno menjelaskan.