Senin 10 Apr 2023 19:54 WIB

Hakim: Klaim Persetubuhan Paksa Korban DO terhadap AG tak Benar

AG dijatuhi vonis tiga tahun dan enam bulan penjara.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa AG (tengah) digiring usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023). AG divonis hukuman tiga tahun enam bulan penjara dalam kasus penganiayaan berencana terhadap Cristalino David Ozora.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa AG (tengah) digiring usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023). AG divonis hukuman tiga tahun enam bulan penjara dalam kasus penganiayaan berencana terhadap Cristalino David Ozora.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan peristiwa persetubuhan paksa, maupun pelecehan seksual yang dilakukan anak korban DO (laki-laki 17 tahun) terhadap AG (perempuan 15 tahun) tidaklah benar. Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam pertimbangan vonis dan putusan terhadap terdakwa anak AG menyatakan, persetubuhan paksa dan pelecehan yang menjadi pemicu Mario Dandy (laki-Laki 20 tahun) melakukan penganiayaan terhadap DO, pun tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

“Menurut hakim, pengakuan anak AG tersebut, tentang dipaksa itu tidaklah benar,”  kata Hakim Sri Wahyuni saat membacakan vonis dan putusan hukum terhadap terdakwa anak AG di PN Jaksel, Senin (10/4/2023).

Baca Juga

Hakim Sri Wahyuni dalam vonis dan putusannya menyatakan AG bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan karena turut serta melakukan penganiayaan berat terhadap DO yang dilakukan Mario Dandy dan Shane Lukas (laki-laki 19 tahun). Dalam pertimbangannya, hakim menceritakan soal duduk perkara awal kasus penganiyaan berat berencana tersebut.

Dikatakan hakim, penganiyaan yang dilakukan oleh Mario Dandy terhadap DO terjadi lantaran pengakuan AG. AG adalah kekasaih Mario Dandy. Namun sebelum menjalin asmara dengan Mario Dandy, AG adalah pacar dari DO.

Setelah hubungan asmara baru dengan Mario Dandy, AG menceritakan pernah disetubuhi paksa oleh DO. Hal tersebut yang dikatakan hakim membuat, dan memicu Mario Dandy untuk mencari DO dan melakukan penganiyaan. Akan tetapi, dikatakan hakim persetubuhan tersebut, tidaklah benar.

“Karena kalau seorang anak dipaksa melakukan persetubuhan akan mengalami trauma,” begitu kata Hakim Sri Wahyuni.

Namun dalam pertimbangan hakim dalam putusannya mengatakan persetubuhan itu memang terjadi. Hanya tak disertai dengan adanya paksaan. “Bahwa anak (AG) tidak mengalami hal tersebut (persetubuhan paksa),” ujar Hakim Sri Wahyuni.

Keyakinan hakim soal adanya persetubuhan itu, tetapi tak dilakukan dengan paksaan, juga berangkat dari pengakuan AG selaku terdakwa anak saat di persidangan.

Kata hakim, AG mengakui melakukan perbuatan tak senonoh itu dengan DO. AG melakukan hal tersebut lebih dari satu kali.  Hakim juga menyebut AG melakukan perbuatan yang sama dengan Mario Dandy.

Terkait kasus penganiayaan DO, selain AG, pelaku lainnya yang terlibat dan yang menjadi tersangka utama adalah Mario Dandy, dan Shane Lukas.

Namun terhadap tersangka Mario Dandy, dan Shane Lukas, keduanya saat ini masih dalam tahanan untuk proses penyidikan, sehingga belum dapat disidangkan ke pengadilan.

AG didahulukan status hukumnya di persidangan lantaran usianya yang dilindungi oleh undang-undang peradilan anak. Sedangkan terhadap tersangka Mario dan Shane penyidik menjerat kedua pelaku penganiyaan berat tersebut dengan sangkaan Pasal Pasal 355 ayat (1) subsider Pasal 354 ayat (2), dan Pasal 353 ayat (2), juga Pasal 351 ayat (2)  KUH Pidana, Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Sementara korban DO, sampai saat ini masih dalam perawatan akibat cacat bagian saraf otak yang diderita setelah penganiyaan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement