REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai bagian dari Koalisi Kawal Pemilu Bersih menilai, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pantas mundur dari jabatannya karena dua kali berturut-turut terbukti melanggar kode etik. Apalagi, pelanggaran terakhir terkait skandal Hasyim dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein alias Wanita Emas.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menjelaskan sejumlah ketentuan yang menjadi landasan mengapa Hasyim layak mundur. Pertama, Pasal 21 ayat (1) huruf d UU Pemilu yang menyatakan bahwa syarat menjadi anggota KPU RI adalah mempunyai integritas, berkepribadian yang kuat, jujur, dan adil.
Kedua, TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang menegaskan bahwa penyelenggara negara harus siap mundur apabila telah melanggar kaidah. "Bagi ICW, dengan melandaskan dua pelanggaran kode etik yang secara berturut-turut dijatuhkan kepada Hasyim, telah memenuhi syarat bagi dirinya untuk mengundurkan diri," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/4/2023).
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memang memutuskan Hasyim melanggar kode etik sebanyak dua kali dalam sepakan terakhir. Pada Kamis, 30 Maret 2023, DKPP menyatakan Hasyim terbukti melanggar kode etik karena memprediksi Mahkamah Konstitusi bakal memutuskan pemilihan legislatif (pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Hasyim dijatuhi sanksi peringatan.
Empat hari berselang atau 3 April 2023, DKPP kembali menyatakan Hasyim melanggar kode etik. Musababnya, Hasyim terbukti pernah bepergian dan kerap berkomunikasi terkait urusan pribadi dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni Moein alias Wanita Emas.
Mereka berduaan pergi ke Yogyakarta saat KPU sedang melakukan verifikasi administrasi terhadap Partai Republik Satu sebagai syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Atas skandal tersebut, Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir.
Menurut Kurnia, putusan DKPP yang terakhir telah menunjukkan kepada masyarakat bahwa Hasyim merupakan figur bermasalah. Perbuatannya tidak hanya melanggar etik, tetapi juga menimbulkan persepsi buruk di tengah masyarakat.
Kurnia menilai, Hasyim tidak mampu memahami urgensi penerapan nilai kode etik, khususnya menjaga independensi jabatan Ketua KPU RI. Karena itu, Hasyim seharusnya mengundurkan diri.
"Keberadaan Saudara Hasyim Asy’ari sebagai pucuk pimpinan tertinggi di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, khususnya independensi, benar-benar sudah tidak dibutuhkan lagi," kata Kurnia menegaskan.