REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Narapidana penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) diminta tak takut melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang mereka alami ketika menjalani masa hukuman. Laporan ini bakal digunakan dalam memperbaiki pemenuhan HAM para napi di Lapas.
Hal tersebut disampaikan oleh Plt Dirjen HAM Kemenkumham Dhahana Putra dalam diskusi dengan topik “Di Balik Jeruji Besi: UU Pemasyarakatan Dalam Perspektif HAM" pada Jumat (31/3/2023). Dhahana menyebut tugas menyerap laporan napi berada di Pelayanan Komunikasi Masyarakat (Yankomas) yang tersebar di Lapas se-Indonesia.
"Di kami ada Direktorat Yankomas, ada pos di Lapas/Rutan tertentu. Disitu mereka bisa sampaikan persoalan HAM. Kita sampaikan kepada pos Yankomas untuk terima laporan pengaduan masyarakat soal kondisi HAM (di Lapas/Rutan)," kata Dhahana dalam kegiatan tersebut.
Dhana mengimbau napi atau masyarakat tak segan melaporkan dugaan pelanggaran HAM di Lapas. Menurutnya, laporan itu bisa menjadi bahan evaluasi bagi perbaikan fungsi permasyarakatan.
"Di Yankomas bisa terima laporan pelanggaran HAM. Ini cukup menarik kalau ini dimanfaatkan. Kami siapkan nomor yang bisa dihubungi langsung," ujar Dhahana.
Dhahana mengajak napi menjadi alat kontrol pemberlakuan prinsip HAM di Lapas sehingga membantu peran pengawasan dari Pemerintah dan Legislatif. Ia tak ingin kasus pelanggaran HAM terhadap napi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta pada 2022 kembali terulang.
"UU (Pemasyarakatan) baru memang atur banyak hak, ada pengawasan juga dilakukan Kemenkumham dan DPR sesuai tugas dan fungsi masing-masing," ujar Dhahana.
Diketahui, UU Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 mengatur hak dan kewajiban napi yang tertuang dalam Pasal 7 bagian kesatu. UU ini menyebutkan narapidana berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dilindungi dari tindakan penyiksaan, eksploitasi, pembiaran, kekerasan, dan segala tindakan yang membahayakan fisik dan mental.
Hanya saja, Dhahana mengakui hak-hak ini terkendala jumlah napi yang melebihi kapasitas Lapas di berbagai daerah. "Impact overcapacity luar biasa karena pengamanan menjadi tantangan dan pembinaan sulit jalan," ujar Dhahana.
Selain itu, UU Pemasyarakatan memberikan sejumlah hak bagi napi. Pertama, napi yang tengah menjalani hukuman berhak menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. Kedua, napi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak sesuai kebutuhan gizi.
Ketiga, napi boleh mendapat layanan informasi seperti mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang. Mengenai pemenuhan hak-hak tersebut, Dhahana menyebut tetap harus menyesesuaikan dengan kemampuan pembiayaan dari Negara.
"Kemerdekaan (napi) dapat hak pendidikan, kesehatan itu penting, tapi sesuai kemampuan yang dimiliki dari Negara," ujar Dhahana.
Sebelumnya, sejumlah mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada November 2021. Aduan itu terkait dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami selama di lapas tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) lantas menemukan adanya perlakuan kejam dengan intensitas tinggi terhadap warga binaan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Hal itu terungkap setelah Komnas HAM merampungkan hasil pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM terhadap warga binaan di lapas setempat. Kasus ini akhirnya menjadi bahan evaluasi Kemenkumham. Sebab Pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan yang mencakup lembaga permasyarakatan.