REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR resmi mengesahkan mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penetapan dilakukan dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Muhammad Nurdin menjelaskan, Perppu Cipta Kerja seyogyanya sama dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, di dalamnya setidaknya ada lima perubahan materi muatan.
Pertama yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Dalam sektor ketenagakerjaan terkait alih daya atau outsourcing, setidaknya ada tiga materi muatan yang berubah. Pertama adalah Pasal 64 yang mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya.
"Dua, perubahan frasa cacat menjadi disabilitas, Pasal 67. Perubahan frasa penyandang cacat menjadi disabilitas, di mana pengusaha yang mempekerjakan pekerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat disabilitas," ujar Nurdin dalam rapat paripurna, Selasa (21/3).
"Tiga, upah minimum diatur dalam Pasal 88c, 88d, 88f, dan 92," sambungnya.
Perubahan materi muatan kedua dalam Perppu Cipta Kerja adalah terkait jaminan produk halal. Dalam Pasal 1 angka 10, diatur ketentuan umum perluasan pemberian fatwa halal, yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal, dan penyesuaiannya dengan norma dan Pasal 4a, 5, 7, 10, 10a, 32, 33, 33a, 33b, 42, 44, 50, 52a, 52d, 63a, dan 63c.
Materi perubahan ketiga adalah terkait pengelolaan sumber daya air dalam Pasal 40a. Di dalamnya mengatur pelaksanaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasarkan persetujuan oleh pemerintah mendukung penyelesaian proyek strategis nasional untuk kepentingan waduk, DAM, embung, dan lain-lain.
"(Empat) Harmonisasi dan sinkronisasi dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Undang-Undang KUP, Undang-Undang PPH, dan Undang-Undang PPMDM," ujar Nurdin.
Terakhir adalah perbaikan teknis penulisan. Antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik dan/atau judul dan nomor urut atau bab, bagian paragraf, pasal, ayat atau butir-butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.