REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Kelurahan Rajabasa Jaya meminta semua pihak untuk menghormati setiap warga negara dalam beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Terkait dengan ditahannya Ketua RT 12 Wawan Kurniawan, pihak GKKD menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.
“Negara sudah menjamin kebebasan beragama dan beribadah kepada setiap warga negaranya. Jadi, cobalah dapat menghormati orang yang mau beribadat, karena dijamin konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945,” kata Koordinator Humas GKKD Parlin Sihombing kepada Republika.co.id, Jumat (17/3/2023).
Menurut dia, kejadian pembubaran ibadat di GKKD Jl Anggrek Rajabasa, Bandar Lampung, pada Ahad (19/2/2023) lalu ke depannya tidak terulang lagi baik kepada umat Nasrani maupun agama lainnya. Pasalnya, kata dia, setiap warga negara memiliki hak dan kewajibannya kepada agamanya masing-masing.
Terkait dengan izin operasional GKKD, dia mengatakan saat ini masih memegang izin dari Camat Rajabasa. Sedangkan izin penggunaan gereja masih mentok di Kelurahan. “Izin sementara kami dapat dari Camat. Tapi izin penggunaan gereja masih terkendala di kelurahan,” ujar Parlin.
Meski mendapat izin dari kecamatan, ia mengatakan aktivitas ibadat jemaat GKKD masih belum dilaksanakan, pascakejadian pembubaran oleh Ketua RT 12 Wawan Kurniawan dan beberapa warga yang menolak keberadaan gereja di tempatnya.
Subdit I Kamneg Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung telah menetapkan tersangka dan menahan Ketua RT 12 LK II Wawan Kurniawan pada Rabu (15/3/2023) malam. Penahanan tersangka dilakukan setelah penyidik meminta keterangan pelaku, 15 saksi, dan saksi ahli agama, dan saksi ahli hukum pidana.
Tersangka dibidik pidana Pasal 156a huruf a KUHP dan atau Pasal 175 KUHP dan atau Pasal 167 KUHP. Penyidik telah menahan tersangka dan mengamankan barang bukti yakni rekaman CCTV, surat kesepakatan, surat izin, dan surat tanda lapor.
Penahanan tersangka, Parlin Sihombing menanggapi hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. “Kalau tindakan dan perbuatannya, kami sepenuhnya serahkan ke polisi, sesuai dengan proses hukum,” kata Parlin.
Sedangkan warga RT 12 LK II dan warga lingkungan sekitar GKKD berharap kejadian serupa tidak terulang dan dapat mengedepankan dialog dan musyawarah yang ditengahi aparat pemerintah dan kepolisian dan TNI. “Dalam kasus pembubaran kemarin, ke depan tidak terulang lagi. Semua pihak harus duduk bersama dialog tapi ada pihak lurah, camat, polisi, dan TNI,” kata Ema (48 tahun), warga RT 12.
Menurut dia, pembubaran ibadat gereja tersebut tidak terjadi kalau masing-masing pihak saling menjaga dan menghormati keputusan dan ketetapan yang berlaku. Pihak gereja, ujar dia, sudah diketahui warga dan pemerintah belum memiliki izin sebaiknya tidak menggelar ibadat. Sedangkan pihak pemerintah pamong dan polisi dapat menengahi persoalan pada warga.
“Ini karena tidak ada ketegasan dari pemerintah, sehingga warga bereaksi,” kata Ema saat ditemui di rumahnya.
Setelah ditahan polisi, keluarga Wawan Kurniawan tidak dapat ditemui. Namun, para tetangga berharap penahanan Wawan dapat ditangguhkan karena setelah kejadian kedua belah pihak sudah melakukan perdamaian, dan tidak mengulangi perbuatan sepihak tersebut.
“Saya kira tidak perlu ditahan. Karena ini bukan menyangkut pribadi tapi lembaga,” kata Hasri, warga RT 12 lainnya.