Sabtu 11 Mar 2023 11:00 WIB

Iran dan Saudi Berdamai, Sinyal Cina Singkirkan AS dari Politik Timur Tengah

AS sebut pejabat Saudi selalu menginformasikan pembicaraan mereka dengan Iran.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Merajut hubungan Arab Saudi-Iran
Foto: AP/Reuters/FinancialTimes
Merajut hubungan Arab Saudi-Iran

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kesepakatan mengejutkan antara Iran dan Arab Saudi untuk memulihkan hubungan diplomatik menawarkan banyak hal yang bisa membuat AS terlibat. Termasuk kemungkinan solusi untuk mengendalikan program nuklir Teheran dan peluang untuk memperkuat gencatan senjata di Yaman.

Namun kesepakatan ini juga mengandung elemen yang pasti akan membuat para pejabat di Washington sangat gelisah. Soalnya dalam kesepakatan ini terdapat peran China sebagai perantara perdamaian di wilayah itu. Padahal AS telah lama memiliki pengaruhnya di Timur Tengah.

Baca Juga

Kesepakatan itu diumumkan setelah empat hari pembicaraan yang sebelumnya dirahasiakan di Beijing antara kedua rival Timur Tengah itu. Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan pada Jumat (10/3/2022) posisi Washington justru tidak terlibat langsung. Namun Arab Saudi terus memberi informasi kepada pejabat AS tentang pembicaraan dengan Iran.

Hubungan antara AS dan Cina telah menjadi sangat kontroversial mengenai isu-isu mulai dari perdagangan hingga spionase. Kini kedua kekuatan tersebut semakin bersaing untuk mendapatkan pengaruh di bagian dunia yang jauh dari perbatasan mereka sendiri.

Kirby tampaknya meremehkan keterlibatan Cina dalam perkembangan kesepakatan itu, pada Jumat. Kirby mengatakan Gedung Putih yakin tekanan internal dan eksternal, termasuk pencegahan Saudi yang efektif terhadap serangan dari Iran atau proksinya, pada akhirnya akan selalu membawa Teheran kembali ke meja perundingan.

Tetapi mantan pejabat senior AS dan PBB Jeffrey Feltman mengatakan peran Cina, yang lebih penting adalah berhasil mendorong pembukaan kedutaan antarkedua negara setelah enam tahun terakhir. Ini adalah aspek paling signifikan dari perjanjian tersebut.

"Ini akan ditafsirkan, mungkin secara akurat, sebagai tamparan pada pemerintahan Biden dan sebagai bukti bahwa Cina adalah kekuatan yang sedang naik daun," kata Feltman, seorang peneliti di Brookings Institution.

 

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement