Kamis 09 Mar 2023 08:23 WIB

Soal Tagar 'UrusanGue Asikin Indonesia', Pengamat: Cara Kreatif Milenial di Politik

Metode kampanye tidak bisa lagi konvensional.

Ilustrasi Pemilu
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Pemilu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di media sosial twitter, tagar UrusanGue Asikin Indonesia saat ini sedang ramai dibicarakan. Bahkan menjadi trending di Twitter karena terus menjadi pembahasan warganet. Sontak hal tersebut membuat banyak netizen bertanya-tanya dan penasaran dengan hal yang sebenarnya terjadi.

Semula, sejumlah warganet pun bertanya dan jika jawabannya benar akankah mendapat hadiah tertentu. Warganet lain bahkan berkelakar bahwa soal itu merupakan kisi-kisi jawaban ujian dan sejumlah spekulasi lainnya. Meski demikian, tampaknya warganet tidak perlu lama harus bersabar dan menebak-nebak, siapa atau yang mendorong kemunculan UrusanGue Asikin Indonesia. Pasalnya, mudah ditemukan petunjuk dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Baca Juga

photo
Kaos kreatif milenial jelang 2024. - (Dok. Web)

Dijelaskan Fauzan Kemal Akbar, Pendiri Genzhop, kemunculan tagar tersebut berkonsep unik dan tidak hanya berkomunikasi seperti pada umumnya. Media sosial, salah satunya Twitter, kata dia, menjadi sarana komunikasi efektif untuk berinteraksi dengan publik melalui cara-cara yang unik dan tidak tertebak.

"Awalnya saya memang murni punya ide untuk berkreasi, cetak baju atau kaos dengan desain yang mencerminkan kegiatan atau kesenangan generasi milenial dan gen z. Kemudian ketika mencari-cari momentum dan berkreasi, tercetuslah kalimat Urusan Gue ini," katanya, Rabu (8/3/2023).

Menurutnya lagi, ada perubahan perilaku komunikasi generasi milenial dan generasi Z di era digital dari pada masa sebelumnya. Pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, suara dari generasi milenial dan gen z sangatlah menentukan. Berdasarkan data Litbang Kompas, jumlah pemilih generasi z dan milenial mencapai sekitar 53,8 persen dari total pemilih. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kepercayaan dari gen z dan milenial, politikus perlu membangun kedekatan emosional dengan kelompok pemilih tersebut. Dirinya  melihat gen z dan milenial tidak akan mempan dengan janji-janji politik kuno atau 'serangan fajar'.

"Kita bosan dengan deklarasi relawan atau tim sukses, narasi dan janji-janji surgawi, apalagi yang menimbulkan perpecahan. Sebab itu, tulisan di kaos ini menjadi ungkapan pribadi pemakainya, tentang profil Pak Prabowo yang sudah kita kenal," kata dia membahas soal munculnya nama Prabowo di kaos tersebut. 

Sementara itu, pengamat politik dan sosial Apep Agustiawan mengapreasi langkah Fauzan. Menurutnya, komunikasi dengan kaos dilakukan dengan cara yang cerdas dan cenderung inovatif.

Dalam penilaiannya, generasi milenial dan gen-z, memiliki kelebihan intensifikasi terhadap akses informasi berkat penguasaan teknologi (media sosial). Sehingga  mereka dapat mengakses beragam isu secara luas dan cepat. Dilanjutkan Apep, dengan realitas tersebut sudah seharusnya partai politik harus berubah dengan narasi yang baru dan approach yang baru, demi merangkul gen z dan berbasis technologic driven. 

Maka partai politik harus mampu beradaptasi dan inovatif dengan alam berfikir gen z terkini, supaya menjadi daya tarik. Media sosial, dikatakannya lagi, juga menjadi opsi sarana untuk dimaksimalkan dalam menyampaikan pesan-pesan politik yang efektif. Dengan pemetaan target dan konten yang sesuai, apa yang disampikan bisa dicapai dengan baik

"Dua manfaat sekaligus tercapai, penyebaran kaosnya dan politiknya. Pesan politik memang harus disampaikan dengan cara yang luwes, sesuai kebutuhan dan kedekatan yang pas. Bisa dikatakan betul-betul out off the box dalam menembus generasi milenial dan gen z yang dikenal tidak peduli politik," tuturnya.

"Metode kampanye tidak bisa lagi konvensional dan harus adaptif sehingga membuat narasi politik cenderung kaku dan tidak menarik bagi sebagian kalangan. Komunikasi itu kuncinya pesan dapat disampaikan dengan media yang tepat dan tersampaikan sesuai target. Perilaku gen z itukan konsumtif. Penggunaan narasi yang yang ringan, santai dan fun menjadi salah satu cara pendekatan yang lebih mudah untuk dicerna sehingga topik politik menjadi bahasan yang menarik untuk dibincangkan".

Adapun terkait Pilpres, dinamika menuju 2024 terus menuai perhatian. Lembaga survei Indonesia Polling Stations (IPS) merilis hasil survei elektabilitas Prabowo Subianto berada di posisi puncak sebagai calon presiden (capres) untuk Pemilu 2024, dengan tingkat keterpilihan sebesar 33,1 persen.

"Sementara itu, dari capres tiga besar di atas yang memiliki peluang terbesar untuk memenangkan Pilpres 2024 adalah Prabowo Subianto. Elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra itu dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan tren semakin menguat," kata peneliti senior IPS Alfin Sugianto di Jakarta, seperti dilansir dari Antara.

Alfin menjelaskan dalam survei IPS yang dilakukan pada Februari tersebut tingkat elektabilitas Prabowo telah menyentuh angka 33,1 persen. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement