REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) memutuskan untuk mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). PN meminta KPU mengulangi tahapan pemilu.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pun membeberkan alasan pihak KPU tidak menghadirkan saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Hasyim menyebut, pihaknya sengaja tidak mengirim saksi.
Hasyim mengatakan, ada dua alasan mengapa tidak mengirimkan saksi. Pertama, PN Jakpus tidak berwenang mengadili gugatan yang dilayangkan Prima itu. Sebab, gugatan dan sengketa partai politik jalurnya ada di Bawaslu dan PTUN.
Kedua, KPU merupakan penyelenggara atau pelaku dalam peoses pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Karena itu, KPU adalah pihak yang paling mengetahui persoalan tersebut.
"Berdasarkan dua hal tersebut, KPU tidak menghadirkan saksi dan KPU cukup menghadapi sendiri persidangan tersebut," kata Hasyim kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).
Gugatan perdata ini dilayangkan Prima pada 8 Desember 2022 lalu. Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi administrasi partai politik sehingga mereka dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Dalam salinan putusan perkara tersebut, diketahui ternyata KPU RI tidak mengirimkan satu orang pun saksi maupun saksi ahli untuk menguatkan argumentasinya guna membantah dalil-dalil Prima.
KPU RI juga tidak menunjuk kuasa hukum, melainkan hanya memberikan kuasa kepada 43 orang, terdiri atas komisioner dan pegawai KPU, untuk berbicara dalam persidangan.
Sedangkan pihak Prima menghadirkan dua orang saksi dan menggunakan jasa pengacara. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut Prima dapat membuktikan seluruh dalil gugatannya. "Sedangkan tergugat (KPU) tidak dapat mempertahankan dalil-dalil bantahannya," demikian bunyi salah satu pertimbangan majelis hakim.
Alhasil, majelis hakim dalam amar putusannya memutuskan mengabulkan seluruh gugatan Prima. Majelis menyatakan Prima adalah partai politik yang dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi. Majelis menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda menjadi Juli 2025.
Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menilai, KPU RI telah menganggap remeh persidangan tersebut dengan cara tidak menyewa kuasa hukum dari luar dan tidak mempersiapkan alat bukti secara serius. KPU disebut terlalu percaya diri bahwa gugatan Prima bakal ditolak, karena PN Jakpus tidak punya kewenangan mengadili perkara sengketa pemilu.
"KPU ini meremehkan, mereka meremehkan, seolah-olah ini partai yang tidak lolos verifikasi bakal ditolak di pengadilan negeri. Jadi kan sejak awal dia sudah punya stigma yang tidak baik terhadap proses penegakan hukm," kata Kepala Bidang Polhukam KAMMI, Rizky Agus Saputra di Kantor DKPP, Selasa.
Rizky mengatakan, karena KPU menganggap remeh persidangan, akhirnya PN Jakpus memenangkan gugatan Prima. Alhasil, keluarlah putusan penundaan pemilu. Putusan itu lantas membuat publik bertanya-tanya apakah pemilu dilanjutkan atau ditunda.
Menurut KAMMI, rangkaian peristiwa itu menunjukkan bahwa semua komisioner KPU RI gagal mempertahankan kehormatan lembaganya. Padahal Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengharuskan penyelenggara pemilu menjaga kehormatan lembaganya. Karena itu, KAMMI mengadukan tujuh komisioner KPU RI ke DKPP.