Rabu 01 Mar 2023 17:45 WIB
...

Satgas PPKS Unkris akan Wujudkan Kampus tanpa Kekerasan Seksual

Aksi ini untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) “Bedah Tuntas Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 untuk Mewujudkan Kampus Tanpa Kekerasan Seksual”, pada Selasa (28/2/2023).
Foto:

Selain itu Satgas PPKS Unkris juga akan melakukan survei adanya potensi kekerasan seksual dan melaporkannya pada Rektor Unkris untuk melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangannya. Satgas juga akan melaksanakan sosialisasi tentang kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta menindaklanjuti laporan yang masuk. “Dalam melaksanakan program kerja tentu kami akan bermitra dengan instansi terkait lainnya baik internal kampus maupun eksternal kampus,” ujar Herawati.

Herawati berharap siapapun warga kampus yang menjadi korban aksi kejahatan kekerasan seksual, agar tidak segan untuk melaporkan kasusnya kepada Satgas PPKS. Satgas PPKS telah menyiapkan upaya perlindungan terhadap korban sekaligus bantuan untuk mengatasinya.

Sementara itu Muhammad Uut Lutfi dalam paparannya mengatakan bahwa saat ini perguruan tinggi dalam situasi darurat kekerasan seksual. Survei yang dilakukan Ditjen Dikti Kemendikbudristek tahun 2020 menunjukkan 77 persen dosen menyatakan “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus“ dan 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.

“Bentuk kekerasan seksual ini bermacam-macam seperti mengintip kegiatan pribadi korban, memaksa membuka baju korban, memaksa korban melakukan kegiatan seksual dan lainnya,” kata Uut Lutfi.

Karena itu kampus harus berupaya melakukan tindak pencegahan di antaranya dengan pembentukan Satgas PPKS. Tujuannya antara lain sebagai pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan Kekerasan seksual pada pada pelaksanaan Tridharma di dalam atau di luar kampus; dan Untuk menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus di Perguruan Tinggi.

Untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di kampus, Dr Siswantari mengingatkan pentingnya Satgas PPKS memegang prinsip-prinsip diantaranya kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, akuntabilitas, independen, kehati-hatian, konsisten dan jaminan tidak berulang.

“Sasaran pencegahan tindak kekerasan seksual di kampus ini tidak hanya para mahasiswa tetapi juga pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma,” kata Siswantari.

Senada dengan itu, Ai Maryati Solihah menyatakan bahwa pembentukan Satgas PPKS di perguruan tinggi menjadi salah satu upaya yang cukup efektif menurunkan kasus kekerasan seksual terutama di lingkungan lembaga pendidikan tinggi. Karena peristiwa kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dapat menurunkan kualitas tri dharma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian) perguruan tinggi. "Karena itu kami menyambut dan mengapresiasi terbitnya Permendikbudristek ini. Dengan harapan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus khususnya bisa diminimalisasi."

Selain membentuk Satgas PPKS, upaya pencegahan kasus kekerasan seksual bisa dilakukan oleh perguruan tinggi melalui kegiatan pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Dalam kesempatan tersebut, Ai Maryati juga memaparkan data-data tentang kasus kekerasan seksual yang terjadi selama tahun 2021. Pengaduan berbasis satuan pendidikan sekurang-kurangnya 18 kasus kekerasan seksual yakni 14 kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama, empat kasus terjadi di institusi pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek.

Ai Maryati mengingatkan kasus kekerasan seksual tidak boleh dianggap sebagai kasus yang ringan. Karena kejahatan tersebut memberikan dampak yang sangat buruk bagi korban mulai dari trauma, merasa kotor, tidak percaya diri, sulit percaya kepada orang lain, bisa jadi lebih liar, addicted, masa depan terancam hingga munculnya anggapan lumrah atau kalau tidak melakukan dianggap aneh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement