REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, mengungkapkan alasan menjatuhkan hukuman lebih ringan terhadap Bos PT Duta Palma Grup Surya Darmadi alias Apeng. Di antaranya karena faktor usia Surya yang sudah uzur dan jasa perusahaannya.
Majelis hakim memandang Surya Darmadi menunjukkan sikap sopan sepanjang persidangan. Pajak yang digelontorkan Surya kepada Negara pun mencapai ratusan miliar rupiah. Bakkan, CSR perusahaan Surya Darmadi disebut mencapai Rp 228 miliar diantaranya untuk pembangunan sekolah, rumah ibadah, layanan kesehatan bagi masyarakat.
"Hal meringankan sudah lanjut usia, bersikap sopan selama persidangan, dalam kegiatan perkebunan perusahaan terdakwa melaksanakan CSR, membantu karyawan, membangun sekolah, tempat ibadah, membantu biaya pendidikan, mempekerjakan 21 ribu karyawan," kata hakim ketua Fahzal Hendri dalam persidangan.
Fahzal menyebut Surya Darmadi bakal meninjak usia 72 tahun pada Maret 2023. Kemudian kondisi kesehatan Surya pun sudah terganggu. Sehingga majelis hakim memutuskan meringankan hukuman Surya dengan alasan kemanusiaan.
"Jantung terdakwa yang sudah dipasang ring, sampai membantarkan terdakwa sebanyak tiga kali ke rumah sakit, berdasarkan faktor kemanusiaan, majelis akan menjatuhkan tuntutan pidana di bawah penuntut umum," ujar Fahzal.
Walau demikian, Majelis Hakim turut memaparkan hal yang memberatkan vonis Surya Darmadi. Yaitu tindakan Surya tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, perkebunan kelapa sawit Duta Palma belum menerapkan sistem plasma.
"Kemudian terjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat tempat," ucap Fahzal.
Dalam pembacaan vonis oleh Majelis Hakim pada hari ini, bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Surya Darmadi diputus bersalah dalam kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau.
Selain hukuman penjara, Surya Darmadi juga dijatuhi hukuman denda Rp 1 miliar. Surya Darmadi juga turut menghadapi kewajiban pembayaran uang pengganti Rp 2,238 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp 39,751 triliun akibat kejahatan yang dilakukannya.
Vonis terhadap Surya Darmadi lebih rendah dari tuntutan Kejaksaan Agung yaitu pidana penjara seumur hidup. Sebelumnya, Surya Darmadi dituntut hukuman seumur hidup oleh JPU.
Selain hukuman penjara, Surya Darmadi turut dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp 1 miliar. Surya Darmadi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS serta kerugian perekonomian negara senilai Rp 73.920.690.300.000.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi diputus melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan ketiga primair Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Surya Darmadi sempat mengeluhkan nyeri jantung ketika majelis hakim tengah membacakan vonis. Majelis hakim lantas memilih untuk menskors sidang.
Selama sidang pemeriksaan saksi, Surya memang pernah mengeluhkan sakit jantung. Bahkan sidang Surya sempat diskor dua kali karena Surya menjalani operasi jantung sekaligus pemulihan pasca operasi.
"Pak hakim mohon maaf jantung saya," keluh Surya di tengah sidang.
"Sebetulnya baca putusan terus saja. Bisa? (lanjut) Atau minum dulu?" kata hakim ketua Fahzal Hendri.
Fahzal lalu meminta Surya Darmadi memastikan kesiapannya mengikuti persidangan hingga tuntas. Sebab, ia tak ingin pembacaan vonis justru ditunda hingga ke hari lain.
"Kalau bisa ya bisa (lanjut) kalau nggak kita skors," ujar Fahzal.
"Tolong dipertegas. Kacau ini pembacaan putusan. Pak Juniver (kuasa hukum Surya) tolong garansinya jangan sampai tidak laksanakan sidang. Saya demi kemanusiaan saja kami skors," lanjut Fahzal.
Fahzal juga sempat menyindir Surya Darmadi. Ia menyinggung keluhan Surya muncul karena tak kuat mendengar pertimbangan hukum dari majelis hakim.
"Atau mungkin nggak kuat dengar pertimbangan hukum? Harus kuat. Jadi begini dalam persidangan bapak harus ikut sampai pembacaan terakhir," ujar Fahzal.