Rabu 22 Feb 2023 09:08 WIB

Mahfud MD: Penangkapan Lukas Enembe Bikin Papua Tenang

Menko Polhukam Mahfud MD sebut penangkapan Lukas Enembe buat Papua jadi tenang.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (tengah, berkursi roda). Menko Polhukam Mahfud MD sebut penangkapan Lukas Enembe buat Papua jadi tenang.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (tengah, berkursi roda). Menko Polhukam Mahfud MD sebut penangkapan Lukas Enembe buat Papua jadi tenang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, penangkapan Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe justru membuat kondisi Bumi Cenderawasih menjadi tenang. Sebab, usai KPK menangkap Lukas atas dugaan suap dan gratifikasi, tidak ada lagi aksi demo yang terjadi.

"(Penangkapan) Lukas Enembe itu malah buat Papua tenang. Ketika mau ditangkap dulu itu selalu demo, begitu ditangkap betul selesai sekarang. Tidak ada lagi demonya," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Baca Juga

Selain itu, sambung Mahfud, pemerintah juga kini sedang membekukan rekening milik Lukas. Hal ini dilakukan hingga kasus yang menjeratnya diusut tuntas oleh KPK.

"Uanganya kita frezze (bekukan). Uang tidak boleh keluar sampai ada kejelasan," ungkap dia.

 

Sementara itu, pihak keluarga Lukas membantah pernyataan Mahfud. Menurut adik Lukas, Elius Enembe, banyak pihak, termasuk Menko Polhukam yang tidak mengetahui kondisi sebenarnya di Papua. 

"Beliau sebenarnya tidak mengetahui dan memahami kondisi nyata yang ada di masyarakat Papua saat ini," kata Elius kepada wartawan, Selasa.

"Mereka sedang menyaksikan semua situasi ini dalam hati mereka yang sedang berduka. Ini kami sampaikan supaya pemerintah dan masyarakat Indonesia paham sehingga tidak salah menyampaikan pendapat atau opini," imbuh dia.

Elius mengungkapkan, banyak masyarakat Papua yang kini menangis karena KPK menangkap dan menahan Lukas terkait dugaan suap dan gratifikasi. Ia menyebut, Lukas merupakan sosok pemimpin yang sangat dicintai oleh warga di Papua.

"Saat ini masyarakat Papua sedang berdoa dan menangis karena pemimpin yang mereka cintai, tokoh mereka dibawa keluar," ungkap dia.

Elius menjelaskan, penyebab tangisan masyarakat Papua itu juga lantaran mereka mengetahui Lukas diperlakukan tak manusiawi. Dia menuding KPK telah berbohong karena menyatakan kakaknya dalam kondisi sehat.

Padahal Lukas mengidap sakit ginjal stadium empat. Akibatnya, kaki sang kakak bengkak, pipis terus menerus hingga harus menggunakan popok dan sering mengeluarkan air liur.

Selain itu, Elius mengatakan, Lukas juga harus mengonsumsi sembilan atau 10 jenis obat. Menurutnya, hal ini yang membuat masyarakat Papua bersedih.

"Kami di wilayah Papua memiliki keyakinan adat bahwa ketika pemimpin kami diambil dan diperlakukan tidak manusiawi maka tokoh adat, tokoh gereja, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan seluruh masyarakat menyediakan waktu berdoa, menangis, dan berduka cita yang sangat panjang," jelas dia.

Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.

Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.

Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement