Rabu 22 Feb 2023 06:11 WIB

MUI Berharap Pemilu 2024 Jadi Ajang Tunjukkan Kesantunan Berpolitik

Para pemilih yang terlibat dalam perhelatan Pemilu harus mendukung pemimpin terpilih.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdullah Jaidi saat berkunjung ke kantor Republika di Jakarta, Kamis (18/11/2022). Dalam kunjungan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas tentang persiapan gelaran Kongres Ekonomi Umat Islam II dengan tema Arus Baru Penguatan Ekonomi. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdullah Jaidi saat berkunjung ke kantor Republika di Jakarta, Kamis (18/11/2022). Dalam kunjungan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas tentang persiapan gelaran Kongres Ekonomi Umat Islam II dengan tema Arus Baru Penguatan Ekonomi. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap Pemilu 2024 nanti dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk bisa menunjukkan kesantunan dan saling menghargai dalam menyikapi perbedaan pandangan politik. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak mudah dibenturkan satu dengan lainnya.

MUI berpesan agar para pemilih yang terlibat dalam perhelatan Pemilu juga harus mendukung pemimpin dan perwakilan yang terpilih, walaupun mereka bukan pilihannya. Ini penting, karena Pemilu hanya proses saja, sementara nanti siapapun yang terpilih, tetap akan menjadi pemimpin seluruh bangsa.

"Tidak ideal jika kita saling menghujat dan menjatuhkan. Tetapi kita harus merajut kebersamaan itu sehingga event politik lima tahunan ini tidak menjadi pemicu permusuhan di antara kita. Kita harus sportif dengan cara bersama-sama memberikan dukungan penuh kepada siapa saja yang terpilih nantinya," tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdullah Jaidi dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (21//2/2023).

Terlepas apapun yang dijanjikan, lanjut mantan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah ini, baiknya para pihak yang bersaing perlu memperhatikan adab atau kesantunan dalam bertindak dan bertutur kata terhadap sesama anak bangsa.

"Peradaban itu berasal dari kata adab. Adab itu adalah sebuah kesantunan. Maksudnya adalah yang pertama, dalam konteks bernegara dan bermasyarakat, kesantunan itu harus diwujudkan dalam persamaan (hak dan kewajiban). Kedua, saling menghormati dan menghargai. Kita boleh berbeda agama, pandangan, atau kepercayaan, tetapi sebagai warga negara Republik Indonesia ini kita harus mengutamakan kebersamaan dalam menjunjung tinggi dasar negara, yaitu Pancasila," paparnya.

Dalam sila pertama Pancasila, jelasnya, terdapat nilai ketuhanan atau kepercayaan. Selanjutnya terdapat nilai persatuan Indonesia yang menggambarkan kebersamaan anak bangsa. Peradaban Indonesia akan semakin matang jika kita bisa menyingkirkan perselisihan dari perbedaan yang ada. Ini bisa dicapai jika masing-masing individu memiliki kesantunan dalam bergaul di tengah masyarakat.

"Seharusnya, tujuan kita semua adalah menciptakan suasana yang rukun, damai, saling menghormati dan menghargai. Peradaban Indonesia ini pada intinya adalah kesantunan yang ditunjukkan oleh umat Islam ataupun umat-umat yang lain dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Kiai Jaidi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement