REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, susu kental manis (SKM) hanya bersifat sebagai pelengkap sajian. Ihwal diberikan berlebih pada anak, dirinya mengingatkan bahaya pemberian SKM pada anak di bawah usia 12 bulan.
“SKM tidak dapat meggantikan ASI dan tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan,” kata Siti Nadia kepada awak media di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Merespons SKM yang disebut salah satu penyebab stunting, dia tak menjelaskan lebih rinci. Namun demikian, kata dia, penyebab utama stunting adalah pola makan yang berpengaruh pada kekurangan gizi.
“Mungkin bisa dicek kembali kepada dokter anak yang memberikan pernyataan,” kata dia.
Dia menambahkan, berdasarkan studi dari FKUI, anak balita mengalami stunting karena beberapa faktor. Masih berdasarkan studi, kata dia, stunting terjadi karena pemberian nasi dengan lauk kentang goreng, mi instan, kuah bakso dan minuman keseharian susu kental manis.
“Pemenuhan gizi tidak dapat dipenuhi satu satunya dari SKM, terkait penyebab stunting karena pola makan,” ucap dia.
Dia memerinci, SKM merupakan produk susu dengan kadar lemak susu tidak kurang dari delapan persen dan kadar protein tidak kurang dari 6,5 persen. Angka kebutuhan itu, masih sesuai dengan Peraturan Badan POM Nomor 34 Tahun 2019 tentang Kategori Pangan dan Codex Standard for Sweetened Condensed Milk (CXS 282-1971 Rev. 2018).
“Kadar gula yang cukup tinggi juga harus menjadi perhatian karena sesuai Permenkes maksimum 50 gram ya,” tutur dia.
Sebelumnya, ramai pembicaraan oleh salah satu dokter anak di daerah Depok, jika SKM memicu tingginya angka stunting di Indonesia.
Tingginya stunting tidak hanya terjadi di daerah terpinggirkan di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN, ada sekitar 790 ribu balita di DKI. Dari angka itu, ada sekitar 14 persen prevalensi stunting di metropolitan ini.