Kamis 16 Feb 2023 14:46 WIB

Polemik Isu Utang Anies Rp 50 Miliar, Mengapa Baru Ramai Sekarang?

Bawaslu kini bahkan menilai soal utang Anies di Pilkada 2017 sebagai pelanggaran.

Dok. Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno saat kampanye tahun 2017 di Jakarta.
Foto:

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai wajar mengemukanya isu utang-piutang antara Anies dan Sandi saat Pilkada 2017. Menurutnya, isu itu dimunculkan lagi ke publik lantaran Anies saat ini menjadi salah satu bakal calon presiden (capres) 2024.

"Inilah yang kemudian menjadi menarik, kenapa ini digunjingkan oleh publik, padahal sudah berlalu. Karena elektabilitas Anies cukup diperhitungkan Jadi apa yang terkait dengan Anies siap dikuliti, siap disampaikan ke publik," ujar Pangi melalui pesan singkatnya, Selasa (14/2/2023).

Karena itu, Anies harus siap jika tindakannya disorot publik sebagai konsekuensi jika maju sebagai calon presiden. Menurutnya, Anies hanya cukup mengkonfirmasi benar atau tidaknya isu yang muncul.

"Karena ini kualitas calon presiden, ini bukan bupati, wali kota/gubernur apa pun hal terkecil akan menjadi perbincangan publik, akan disorot media dan masyarakat," ujarya.

Namun demikian, dia menilai persoalan piutang tidak akan menggerus elektabilitas Anies. Anies yang masuk tiga besar popularitas maupun elektabilitasnya, justru diuntungkan dengan isu piutang ini.

Karena, Anies sudah mengkonfirmasi jika utang itu telah berakhir seiring dengan kemenangannya pilkada. Sebaliknya, orang justru akan merasa simpati dengan Anies yang tidak memiliki modal saat kampanye Pilkada DKI Jakarta lalu.

"Tentu saja isu-isu seperti ini belum tentu bisa menggerus elektabilitas Anies, karena justru kalau bicara utang orang akan empati, ada istilah underdog effect gitu," ujarnya.

Perwakilan Tim Anies, Hendri Satrio mengatakan, perjanjian utang-piutang itu sudah selesai ketika Anies-Sandi menang dalam Pilgub DKI 2017. Justru, ia merasa, apa yang dilakukan Anies bagus karena membuat budaya baru tentang dana-dana kampanye.

Sebab, jika setelah menang selesai, kepala daerah tidak terbebani mengembalikan biaya-biaya tersebut. Ia mengaku heran, perihal ini kembali dipersoalkan jauh setelah Pilgub DKI 2017, bahkan setelah Anies tidak lagi menjabat Gubernur DKI.

"Jadi, tentang ini sudah clear, sudah selesai setelah Anies-Sandi menang," kata Hendri usai Rakernas I Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Rabu (15/2/2023).

Saat ini, ia menerangkan, proses penandatanganan Piagam Perubahan sedang diatur ketum-ketum partai pengusung Anies. Nantinya, saat penandatanganan akan ada Ketua Umum Nasdem, Ketua Umum Demokrat, Ketua Umum PKS dan Anies Baswedan.

Setelah itu, barulah Anies disilakan mencari dan memilih cawapres. Ia menilai, saat ini memang yang terpenting ada deklarasi bersama ketum-ketum parpol yang mengusung Anies Baswedan sebagai capres untuk memastikan ambang batas syarat capres (PT) 20 persen terpenuhi.

"Kalau sekarang dihitung 28,35 persen, jadi arahnya ke sana, Mas Anies konsentrasi di sana," ujar Hendri.

Pekan lalu, Anies Baswedan sudah buka suara soal utang Rp 50 miliar dengan Sandiaga Uno untuk Pilgub DKI 2017. Anies mengatakan, saat masa kampanye memang banyak yang memberi sumbangan. Ada yang mereka tahu, ada yang mereka tidak tahu dan ada pula yang memberikan dukungan secara langsung.

Soal Rp 50 miliar, ia menuturkan, bukan pinjaman tapi dukungan untuk kampanye, untuk perubahan dan untuk kebaikan yang pemberinya meminta dicatat sebagai utang. Bila Anies-Sandi berhasil, maka dukungan itu dicatat sebagai dukungan.

"Bila kita tidak berhasil dalam pilkada, maka itu menjadi utang yang harus dikembalikan. Siapa penjamin, yang menjamin Pak Sandi, jadi uangnya bukan dari Pak Sandi, itu ada pihak ketiga yang mendukung," kata Anies, Jumat (11/2/2023).

 

 

photo
Manuver Surya Paloh antara Anies dan Jokowi. - (Republika/berbagai sumber)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement