Selasa 14 Feb 2023 12:48 WIB

Penyitaan Uang Pengadaan Tender Helikopter TNI AU Rp 139 M, Ini Kata Kuasa Hukum Terdakwa

KPK menyita uang sebesar Rp 139, 43 miliar atas dugaan korupsi pengedaan helikopter

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menjalani sidang lanjutan di Jakarta, Senin (31/10/2022). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi terkait tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp738 miliar.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menjalani sidang lanjutan di Jakarta, Senin (31/10/2022). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi terkait tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp738 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) mengungkap uang di rekening bersama antara TNI AU dan perusahaan pemenang tender, yakni PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) senilai Rp139,43 miliar disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perkara itu menjerat Direktur PT DJM, John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh.  

Uang yang kini sudah bertambah jumlahnya akibat bunga menjadi Rp153 miliar itu merupakan uang TNI AU. Hal itu disinggung Pahrozi selaku kuasa hukum John Irfan. Dia mempertanyakan langkah KPK yang menyita uang negara tersebut. 

Baca Juga

"Penyitaan uang negara itu melanggar Peraturan Panglima TNI Nomor 23 Tahun 2012, dan melanggar pula Pasal 50 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," kata Pahrozi dalam keterangannya pada Senin (13/2/2023).  

Dalam persidangan disebutkan TNI AU telah menyurati KPK dengan menyatakan uang tersebut merupakan ‘uang negara’ berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor 23 Tahun 2012 dan bukan uang hasil kejahatan. 

Secara yuridis, menurut Pahrozi penyitaan tersebut melanggar Pasal 50 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.  "Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara/daerah, baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pihak ketiga," ujar Pahrozi. 

Atas dasar itu, Pahrozi menunggu sikap resmi institusi TNI tentang penyitaan uang negara tersebut. Sikap resmi TNI AU itu, lanjut Pahrozi, bisa menegaskan isi surat TNI yang sudah pernah dikirim ke KPK dan terkait langkah KPK yang mengabaikan surat TNI. 

"Pertama, menegaskan kembali isi surat yang pernah dikirim TNI AU ke KPK bahwa uang yang telah disita KPK itu merupakan uang negara, sehingga penyitaan tersebut melanggar hukum, dan kedua bagaimana sikap TNI AU terhadap langkah KPK yang tidak mengindahkan surat yang telah dikirim ke KPK," ucap Pahrozi.  

Pahrozi juga menyatakan sikap resmi TNI AU akan membuat perkara kliennya objektif dan menjadi pertimbangan Majelis Hakim agar kliennya dibebaskan. 

"Karena apa yang dilakukan KPK menyita uang negara tidak sah secara hukum. Sehingga terdakwa harus dibebaskan demi hukum," ujar Pahrozi 

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Diketahui, total kerugian negara dalam kasus Heli AW-101 sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022.

Jumlah kerugian itu dikurangi dengan nilai pengembalian ke kas negara pada 7 November 2019 sebesar Rp31.689.290.000, penyitaan senilai Rp139.424.620.909 (milik TNI AU) serta pembayaran kepada AgustaWestland oleh PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000 sehingga total seluruhnya Rp562.729.945.909. Tetapi, masih ada jasa giro/bank lintas tahun sebesar Rp1.542.917.963,6 sehingga total kekurangan uang pengganti yang dibebankan ke Irfan Kurnia adalah Rp177.712.972.054,60. 

Sidang pembacaan vonis kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU Tahun Anggaran 2016 dengan terdakwa tunggal Irfan Kurnia Saleh dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (22/2). Irfan dituntut 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan .  

Sementara itu, Republika.co.id masih mencoba meminta tanggapan TNI AU dan KPK terkait penyitaan uang TNI AU tersebut. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement