Ahad 12 Feb 2023 16:30 WIB

Indeks Persepsi Korupsi Turun, Politisi PDIP: Akibat Kritik Terlalu Pedas

Sudirta menganggap, IPK turun karena terlalu pedasnya kritik masyarakat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ahmad Fikri Noor
I Wayan Sudirta (kanan) berjalan menuju ruang pengaduan masyarakat setibanya di gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu. Anggota Komisi III DPR sekaligus politisi PDIP, I Wayan Sudirta punya pandangan tersendiri mengenai merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 di skor 34.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
I Wayan Sudirta (kanan) berjalan menuju ruang pengaduan masyarakat setibanya di gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu. Anggota Komisi III DPR sekaligus politisi PDIP, I Wayan Sudirta punya pandangan tersendiri mengenai merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 di skor 34.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR sekaligus politisi PDIP, I Wayan Sudirta punya pandangan tersendiri mengenai merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 di skor 34. Angka itu turun empat poin dari tahun sebelumnya. Sudirta menganggap, IPK turun karena disebabkan terlalu pedasnya kritik dari masyarakat. 

Hal itu disampaikan Sudirta dalam diskusi yang digelar oleh Total Politik di Jakarta Selatan pada Ahad (12/2/2023). Nilai IPK ini diumumkan Transparency International Indonesia (TII) berdasarkan hasil penelitian. 

Baca Juga

"Bahwa persepsi (IPK) itu menurun, mohon maaf, bisa jadi karena kritik terlalu keras. Ketidakpercayaan dalam hukum dan persepsi terlalu keras sehingga lontaran-lontaran di media jadi salah satu acuan," kata Sudirta. 

Sudirta menyalahkan budaya masyarakat yang masih menerapkan perilaku suap dan korupsi. Ia merasa aturan dan aparat hukum yang kuat pun bakal sulit mengatasi budaya suap. 

 

"Persepsi turun, kalau digali sumbernya ada dua paling pokok aparat penegak hukum yang perlu diawasi dan budaya hukumnya. Sehebat apapun peraturan, juga andai kata aparat hukumnya tegak, kalau masyarakatnya daya hukumnya masih main suap, main korupsi, agak sulit," ujar Sudirta. 

Sudirta mengakui masalah integritas dan kejujuran memang bersemayam di Indonesia. Hal itu menurutnya membuat Indonesia sulit merangkak keluar dari papan bawah skor IPK antarnegara di dunia. 

"Ada pertanyaan kenapa sulit mengurusi APH (aparat penegak hukum)? Ngurusin budaya hukum antikorupsi? Ada penelitian memberikan muara atau hasil akhir pada integritas dan kejujuran dalam bangsa. Itu yang membedakan dengan Denmark dan Selandia Baru yang tekankan kejujuran," ucap Sudirta. 

Terlepas dari itu, Sudirta menyatakan skor IPK akan ditelaah oleh Komisi III DPR. Hanya saja, ia tak memberi janji apapun terkait tindak lanjut dari pendalaman tersebut. 

"Akan dipelajari dan disampaikan bukan cuma ke intern komisi III, tapi juga ke presiden," ujar Sudirta. 

Penurunan IPK Indonesia pada 2022 ini menjadi titik terendah sejak 2015. Perolehan ini juga membuat posisi Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari 2021 yang mencapai ranking 96.

TII merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori. Skor dari nol berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Lewat hasil itu, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement