REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengungkapkan angka stunting di Provinsi Jawa Timur turun menjadi 19,2 persen pada 2022. Penurunan itu merupakan prestasi yang luar biasa, karena Jatim merupakan provinsi dengan jumlah pendudukan besar, namun angka stunting-nya di bawah 20 persen.
"Pada tahun 2021 angka stunting di Jatim sebesar 23,5 persen dan pada tahun 2022 mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu turun 4,3 persen menjadi 19,2 persen," kata Hasto dalam kegiatan Edukasi 1.000 Bidan dan Intervensi Stunting di Surabaya, Sabtu (11/2/2023).
Jumlah ibu hamil di Jatim masih lebih dari 500 ribu dalam satu tahun. Meski begitu, angka ini masih di bawah Provinsi Jawa Barat yang berada di angka 850 ribu lebih.
Dia menjelaskan, berbicara tentang stunting artinya berbicara dengan alat reproduksi dan berbicara tentang persiapan kesehatan perempuan sebelum hamil. Menurut Hasto, di sinilah pentingnya peran bidan dalam penurunan stunting.
"Karena peran bidan dalam mendampingi dan memberikan penyuluhan pada ibu hamil, tingkat stunting di Jawa Timur saat ini bisa turun di bawah 20 persen," kata dia.
"WHO mengamanahkan bahwa maksimal angka stunting adalah 20 persen. Sebagai provinsi yang angka stunting-nya besar, tapi bisa turun di bawah 20 persen, saya rasa ini perkembangan besar," kata dia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan wilayahnya butuh percepatan prevelensi stunting untuk mencapai target 14 persen yang ditetapkan Presiden Joko Widodo di tahun 2024. Karenanya, gubernur perempuan pertama Jatim itu menekankan efektifnya intervensi para bidan dalam menurunkan angka stunting agar dapat mencapai target yang ditetapkan Presiden Jokowi.
"Pemprov Jatim sering kali mengundang ibu hamil dan anak-anak untuk menerima penyuluhan dan bantuan gizi. Kami juga selalu menekankan pentingnya gizi seimbang bagi anak-anak. Angka 14 persen ini bukan sekadar target, tapi menentukan masa depan bangsa," katanya.