Jumat 10 Feb 2023 21:43 WIB

Pelapor Serahkan Bukti Kasus Dugaan Pemalsuan Putusan MK ke Polda Metro Jaya

Di kasus ini, sembilan hakim MK dan panitera dilaporkan ke kepolisian.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). MK saat ini sedang diganggu isu kasus pemalsuan putusan yang diduga melibatkan hakim konstitusi. (ilustrasi)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). MK saat ini sedang diganggu isu kasus pemalsuan putusan yang diduga melibatkan hakim konstitusi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelapor dugaan pemalsuan dokumen oleh sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Zico Leonard Djagardo Simanjuntak telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (10/2/2023). Pada saat pemeriksaan oleh penyidik Unit 3 Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Zico dicecar sebanyak 10 pertanyaan. 

"Hari ini saya diperiksa sebagai saksi pelapor dan menyarahkan bukti tambahan ini," ujar kuasa hukum Zico, Kuasa hukum Zico, Angel Foekh, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat.

Baca Juga

Menurut Angel, puluhan pertanyaan yang dilontarkan penyidik terhadap kliennya terkait kronologi dugaan pemalsuan putusan, saksi yang akan diperiksa. Kliennya juga menjelaskan bagaimana putusan dibacakan, sampai dengan bagaimana pihaknya menerima salinan putusan. Kemudian dia juga memperlihatkan perubahan putusan tersebut berdasarkan bukti chat WhatsApp dari MKRI. 

"Jadi putusannya itu berlangsung pada pukul 16.07 WIB tapi pada saat kita menerima salinan putusan, ini bisa dilihat 16.52 WIB. Jadi 49 menit itu sudah terjadi perubahan frasa dari dengan demikian jadi ke depan," ungkap Angel.

Sebanyak sembilan hakim konstitusi dan satu panitera dan seorang panitera pengganti Mahkamah Agung (MK) dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Laporan polisi itu dilayangkan oleh seorang advokat bernama Zico Leonard Diagardo Simanjuntak.

“Atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagai mana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan,” ujar Kuasa hukum Zico, Leon Maulana Mirza Pasha, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2023).

Menurut Leon, dugaan pemalsuan tersebut didasari adanya frasa yang sengaja diubah bunyinya yang semula ‘demikian’ menjadi ‘ke depan’,. Sehingga dengan adanya perubahan tersebut maka maksud dari isinya menjadi berbeda. Kata dia, apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak subtansial, karena ini subtansi frasanya sudah berbeda.

“Bahwa etik silahkan berjalan tidak apa-apa silakan etik berjalan. Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga karena kita tahu sekarang kondisi hukum di Indonesia ini sedang diterpa badai baik itu dari kasus pidana Sambo maupun di MK,” kata Leon.

Selain itu kata Leon, sebenarnya ada beberapa oknum yang diduga penyalagunaan wewenang yang saat ini ada di Mahkamah Konstitusi. Namun untuk saat ini, pihaknya lebih dulu menempuh jalur pidana terhadap pemalsuan dari subtansi isu putusan.

Dalam laporan ini, pihak pelapor menyertakan sejumlah barang bukti, seperti video pembacaan putusan dan salinan putusan. Laporan ini diterima kepolisian dengan nomor LP/B/557/II/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 1 Februari 2023. Pasal yang dilaporkan adalah Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. 

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengatakan kasus dugaan perubahan substansi putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang MK mengenai pencopotan Hakim Aswanto merupakan masalah serius apabila terbukti.

"Kalau benar seperti yang diduga, itu masalah serius, tapi kita mesti memeriksa," kata Ketua MKMK Dr. I Dewa Gede Palguna di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Dugaan perubahan substansi yang dimaksud Palguna tersebut ialah diubahnya frasa "dengan demikian" menjadi "ke depannya" dalam putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK mengenai pencopotan Hakim Aswanto.

"Ya seriuslah, karena kan itu beda sekali kan," kata eks Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut.

Pada kesempatan itu, hakim yang kerap disapa Palguna itu mengatakan, bila mengacu pada undang-undang, putusan MK yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ialah sejak selesai diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Kemudian, jika merujuk pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), maka sanksi atas kasus dugaan perubahan substansi putusan tersebut paling tinggi ialah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

"Sanksi yang disebutkan dalam PMK itu ialah teguran lisan, teguran tertulis kemudian pemberhentian tidak dengan hormat," ujarnya.

 

photo
Tujuh Hakim Agung Baru di Mahkamah Agung - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement