REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono
Dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin oleh Ketua KPK Firli Bahuri, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman sempat mengkritisi penindakan korupsi KPK saat ini yang tajam ke lawan dan lembek ke kawan. Benny menilai, saat ini ada kesan bahwa KPK juga dijadikan alat untuk menetapkan status tersangkan kepada seseorang.
"Isu beredar tentang Direktur Penuntutan KPK yang konon dia minta resign, apa betul? Ini bisa salah, bisa tidak. Oleh karena itu, Pak Ketua jelaskan ini supaya tidak ada spekulasi di pubik. Apa sebabnya soal perbedaan pandangan dan sikap soal rencana menersangkakan seseorang," ujar Benny dalam rapat kerja dengan KPK, di Gedung DPR, Kamis.
Menurut Benny, pendapat yang menyebut KPK sebagai alat politik untuk mentersangkakan seseorang harus dapat dibantah oleh Firli. Sebab, ia berkaca pada Anies Baswedan yang bersinggungan dengan kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan Formula E.
"Maksud saya tadi, kalau pemilu ditunda, ini persoalan politik tadi, misal Anies Formula E, kan akibat ini. Jadi tersangka apa tidak ini kan akibat pemilu dalam waktu dekat. Coba Pemilu 2027 mungkin tidak ada isu ini," ujar Benny.
"Maka kita butuh penjelasan resmi dari Pak Ketua pimpinan KPK supaya tidak ada spekulasi di tengah-tengah masyarakat yang sangat kontraproduktif dengan agenda kita bersama untuk memberantas korupsi ini," sambung wakil ketua umum Partai Demokrat itu.
Di samping itu, ia meminta adanya sistem operasional prosedur (SOP) dari KPK dalam hal penanganan perkara. Terutama yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan di tingkat pimpinan komisi antirasuah itu.
"Poin saya sekali lagi, kita menghormati itu adalah kewenangan KPK dan kita mendukung penuh itu. Hanya saja supaya tidak ada kesan ada hal-hal yang subjektif sifatnya, mungkin yang tadi saya sampaikan perlu dijelaskan secara terbuka dalam forum ini, tentang mekanisme dan prosesnya," ujar Benny.
Belakangan memang beredar informasi mundurnya Direktur Penuntutan KPK Fitroh Rochcahyanto yang diisukan terkait penyelidikan kasus Formula E. Fitroh meminta mundur dan kembali ke institusi asalnya, Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Dua-duanya itu jaksa senior. Dan karena keduanya punya latar belakang penanganan perkara korupsi, untuk sementara ditempatkan di Jampidsus. Tetapi sebagai fungsional, menunggu keputusan pimpinan (Jaksa Agung) untuk apakah promosi, atau yang lain,” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana saat dijumpai Republika di Kejagung, di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menempatkan sementara eks Direktur Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto di tim pengawasan, dan evaluasi, penanganan perkara korupsi di Gedung Pidana Khusus Kejagung. Menurut Febrie, ada dua jaksa eks KPK yang kembali ke timnya di Kejagung untuk difungsikan sementara sebagai jaksa pengendali penanganan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Iya betul. Ada dua itu yang dari KPK. Fitroh sama Kresno. Kita tempatkan sementara di monev. Itu mereka sebagai pengawas, dan yang melakukan evaluasi kerja penyelidikan, dan penyidikan korupsi maupun perkara-perkara pencucian uangnya,” kata Febrie saat dijumpai di Gedung Pidana Khusus, Kejagung, di Jakarta, Kamis (9/2/2023).
In Picture: Komisi III DPR Bersama Ketua KPK Bahas Evaluasi dan Rencana Kerja KPK