Rabu 08 Feb 2023 20:36 WIB

Kemenkes Belum Tetapkan Kasus Baru Gagal Ginjal Akut Menjadi KLB

Kemenkes masih mengkaji dua kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Nora Azizah
Kemenkes masih menunggu penelitian antara laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan pembandingnya terkait ditemukannya dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsaa
Kemenkes masih menunggu penelitian antara laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan pembandingnya terkait ditemukannya dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya masih menunggu penelitian antara laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan pembandingnya terkait ditemukannya dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Hingga kini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum dapat menetapkan kejadian luar biasa (KLB) terhadap penyakit tersebut.

"Ini yang kejadian kan satu dan masih perlu ditentukan lagi penyebabnya itu apa, karena ada perbedaan hasil dari dua laboratorium ini. Nah itu yang sekarang kita tunggu saja," ujar Budi usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (8/2/2023).

Baca Juga

Adapun saat ini, Kemenkes telah berkoordinasi dengan BPOM untuk mengimbau perusahaan obat untuk melakukan penarikan sukarela atau voluntary withdrawal. Pihaknya meminta dokter anak untuk meresepkan obat berisiko lebih rendah.

"Kita sudah berkoordinasi dengan BPOM untuk mengimbau perusahaannya akan melakukan voluntary withdrawal. Kedua, kita juga sudah mengimbau kepada IDAI agar meresepkan obat-obat yang berisiko lebih rendah, nah itu mereka yang nanti akan menentukan obatnya sendiri," ujar Budi.

Ia sendiri melihat ada keterlambatan perujukan terhadap satu anak yang masuk dalam kategori GGAPA. Karenanya, anak tersebut terlambat ditangani dengan obat yang tepat, yakni fomepizole.

"Ini sebenarnya agak telat, kita kan sudah tahu obatnya, ketemunya lebih dini harusnya bisa diobati, tapi karena prosesnya rujukannya terlampau lama, berjenjang naik, itu mengakibatkan agak terlambat. Kalau kita tahunya cepet itu kan bisa sebenernya tahu," ujar Budi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengimbau semua dokter anak untuk segera merujuk pasien ke rumah sakit rujukan jika ditemukan gejala GGAPA. Imbauan tersebut sudah disampaikannya kepada Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Khusus untuk temen-temen dokter, mereka juga sudah kita minta agar bener-bener memastikan kalau ada gejala-gejala seperti yang dulu itu segera dirujuk aja, dirujuk langsung saja ke rumah sakit rujukan yang ditunjuk," ujar Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement