REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Program petani milenial sempat menjadi polemik setelah seorang peserta petani milenial di sektor tanaman hias mengeluh di media sosial terkait hasil panen yang tak dibayar offtaker.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil pun akhirnya angkat bicara terkait program ini. Menurutnya, petani milenial itu ada yang gagal ada berhasil. Pada 2021, ada 560 yang gagal, tetapi yang berhasil 1200-an. Jadi, lebih banyak yang berhasilnya.
Namun, kata dia, media jarang meliput yang berhasilnya. Tapi ketika ada yang gagal seolah-olah seluruh petani milenial tidak berfungsi dengan baik.
Ridwan Kamil berharap, semua harus adil. Bahkan pada 2022 sudah ada 5000-an dari 20 ribu pendaftar sudah terseleksi, pasti ada perjalanan panjang.
"Kami tidak bisa selalu disimpulkan program ini seolah-olah pencitraan atau gagal lah, saya minta objektif lah, yang berhasil lebih banyak daripada yang gagal," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil akhir pekan ini.
Emil menegaskan, yang gagal dari program petani milenial ini ada 30 persen. Sedangkan yang berhasil 70 persen. "Tolong ekpose juga 70 persen. Tidak hanya memviralkan yang 30 persen," katanya.
Emil menjelaskan, petani milenial adalah gagasan meregenerasi profesi petani yang ditinggalkan anak-anak muda. Sebelum lahir petani milenial yang digagas pemprov Jabar, semua berjalan masing-masing. Yakni, anak mudanya ke mana, pemilik modal ke mana, offtaker ke mana.
"Nah oleh petani milenial dihubungkan, ngobrol. Ini bukan program hibah, kami hanya mengawinkan tiga pihak, yaitu petani, perbankan, dan pembeli pasti ada dinamika. Oh ini rugi," katanya.
Emil mencontohkan, seperti kasus peserta petani milenial yang kemarin viral, itu karena offtakernya rugi akibat perang rusia dan ukraina. "Terdampaklah (offtakernya) jadi tidak bisa beli produk bukan kabur," katanya.