REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama telah mengusulkan agar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) menjadi Rp 69 juta untuk jamaah haji yang berangkat tahun ini. Kenaikan yang tiba-tiba ini menurut Ketua PP Muslimat NU, Mursyidah Thahir wajar saja bila kemudian memunculkan penolakan, khususnya dari calon jamaah yang akan berangkat haji tahun ini.
Karenanya, ia meminta Kementerian Agama dapat memaparkan dengan rinci apa saja yang menyebabkan kenaikan itu tidak bisa dihindari. InsyaAllah, menurutnya jamaah haji akan bisa lebih memahami apabila dapat dijelaskan secara logis.
“Jadi harus transparan, cost-cost apa saja yang harus dibayar dan logis, mungkin penolakan tidak seberat sekarang, mungkin jamaah bisa memahami,” kata Mursyidah dalam sambungan telepon, Jumat (3/2/2023).
Persoalan kedua, akan muncul jamaah yang sanggup melunasi dan yang tidak sanggup melunasi. Ketika persoalan ini muncul, menurutnya jamaah bisa memilih, menundanya atau membatalkannya.
“Karena (haji) menjadi tidak wajib bagi yang tidak sanggup (mampu), kewajiban hajinya hilang, kalau yang sanggup kewajiban haji tetap,” terangnya.
Menurut Mursyidah, secara agama, jamaah yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayar haji maka istitha’ahnya terhalang, artinya kemampuan hajinya terhalang karena tidak mampu membayar biaya haji. Kendati demikian, Mursyidah meminta masyarakat agar tidak berkecil hati, karena niat haji yang sungguh-sungguh dan apalagi sudah berusaha semampunya, tentu saja Allah sudah mencatat niat itu sendiri.
“Insya Allah walaupun dibatalkan, karena niat hajinya sangat kuat dan perjuangannya juga sudah cukup berat yang ditempuh tapi masih terganjal ketidakmampuan (melunasi), itu niat ibadah hajinya dapat, niat kuatnya itu sudah menggugurkan kewajiban hajinya dan pahalanya sudah dapat meskipun belum jadi berangkat,” terangnya.