Jumat 03 Feb 2023 05:51 WIB

'Nasdem akan Berkoalisi dengan KIB, Sangat Mungkin'

Hubungan partai politik antarkoalisi yang ada saat ini masih cair.

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (1/2).
Foto: Dok.Partai Golkar
Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Wahyu Suryana, Nawir Arsyad Akbar

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai ada beberapa kemungkinan setelah pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Rabu (1/2/2023) kemarin. Salah satunya, Nasdem berkongsi dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya ada Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Baca Juga

Namun demikian, Adi menilai, kecil kemungkinan jika Golkar yang kemudian bergabung dengan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, PKS dan Partai Demokrat.

"Nasdem akan berkoalisi dengan KIB sangat mungkin, tapi kalau KIB berkoalisi dengan koalisi Nasdem tidak mungkin," ujar Adi dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (2/2/2023).

Adi menyampaikan alasan yang mendasari Partai Golkar, PAN dan PPP yang tidak akan bergabung dengan Koalisi Perubahan jika tetap mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres). Ini karena ketiga partai ini dinilai solid mengawal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hingga selesai.

"Selama Nasdem ngotot mencapreskan Anies selama itu juga partai-partai politik koalisi pemerintah yang saat ini tegak lurus ke Jokowi ini tidak akan bergabung (dengan Nasdem) dan berkoalisi dengan Jokowi," ujar Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Karena itu, Adi menilai, tidak bisa langsung diasumsikan jika Golkar dan Nasdem akan berkoalisi jika hanya merujuk pada pernyataan Surya Paloh jika kedua partai sama-sama nyaman.

"Itu tidak bisa dispekulasikan bahwa Anies akan berpasangan dengan Airlangga Hartarto. Saya kira itu tidak mungkin, karena iman politik Golkar tidak mau ke Anies, iman politik PPP dan PAN itu tidak mau dengan Anies Baswedan di situ kuncinya," ujarnya.

Adi justru menilai pertemuan antara Surya Paloh dan Airlangga justru dalam upaya memperbaiki komunikasi politik antara Jokowi-Surya Paloh. Ini karena pertemuan ini bagian dari rentetan pertemuan Surya Paloh dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dengan Gerindra-PKB dan Jokowi.

"Saya kira ini adalah empat rentetan peristiwa politik yang saling bertalian dan tidak mungkin berdiri sendiri. Semua ini harus dibaca dalam konteks sepertinya, ada upaya untuk merajut kembali, memperbaiki kembali komunikasi politik hubungan antara Jokowi dengan Surya Paloh," katanya.

Menurutnya, ini bisa dilihat karena Nasdem beberapa waktu terakhir dinilai sebagai partai politik koalisi yang sudah ingin 'pisah jalan' dengan Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebab, ia menilai pertemuan Surya Paloh dengan Golkar, Gerindra, PKB tentunya sudah sepengetahuan Jokowi.

"Dalam konteks itulah saya membaca bahwa pertemuan Surya Paloh dengan Golkar dengan Gerindra PKB sebelumnya, sebagai upaya untuk melakukan perbaikan komunikasi politik ya, mungkin ada sesuatu yg dinegosiasikan misalnya soal reshuffle dan pencapresan Anies di 2024," ujarnya.

Adi menilai, pertemuan juga kemungkinan sebagai upaya lobi-lobi agar Nasdem tetap di dalam koalisi Pemerintah. Sebab, Nasdem saat ini tengah dihadapkan pada pilihan tetap koalisi bersama Pemerintah atau pisah jalan untuk melanjutkan pencapresan Anies Baswedan di 2024.

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro mengatakan, sampai saat ini hubungan partai-partai sebenarnya masih cair. Karenanya, ia merasa, tidak perlu cepat menyimpulkan langkah Surya Paloh yang bersilaturahim dengan Airlangga Hartarto.

"Kita tidak perlu terburu-buru menyimpulkan atau menilai tanpa data yang akurat, tidak bisa, saya akan hati-hati menilai itu karena cair sekali, tidak ada yang definitif sampai hari ini terkait Pilpres 2024," kata Zuhro kepada Republika, Kamis.

Ia melihat, sebenarnya dinamika seperti itu tidak cuma ada di Partai Nasdem yang ada di Koalisi Perubahan, tapi ada di koalisi-koalisi yang lain. Gerindra dan PKB dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), misalnya, memiliki dinamika yang sama.

Oleh karena itu, Siti merasa, tidak perlu pula menyimpulkan langkah safari Ketua Umum Partai Nasdem sebagai langkah panik terancamnya posisi menteri-menteri mereka. Sebab, Zuhro menilai, semua partai-partai politik masih mencari kecocokan.

"Jadi, masing-masing partai itu mencoba silaturahmi politik mencari kecocokan," ujar Zuhro.

Zuhro berpendapat, pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo maupun dengan Airlangga Hartarto sebenarnya pertemuan yang terlihat sangat cair. Terlebih, jika dikaitkan Pilpres 2024, masih lebih dari satu tahun ke depan.

Untuk itu, ia menyarankan publik agar bersabar dan memberikan waktu bagi partai-partai politik yang ada untuk mencari kecocokan. Setidaknya, Zuhro menilai, pada April 2023 nanti sikap parpol-parpol mulai akan mengerucut.

"Mungkin kita tunggu sampai April mengerucut, biar saja kasih kesempatan, mereka belum terbiasa karena memang koalisi yang terbangun selama ini tidak terformat, terukur, selalu ada rencana baru," kata Zuhro.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement