Kepala BRIN saat ini, dia nilai, tidak bisa membedakan riset ilmu eksakta dengan riset ilmu sosial. Jadinya, riset ilmu sosial dianggap sama dengan ilmu eksakta. Di mana, riset untuk ilmu eksakta memang tidak memakan terlalu banyak biaya karena banyak berkutat di dalam laboratorium.
Akan tetapi, kata Poltak, persoalan juga ada di dalam riset ilmu eksakta di BRIN. "Itu (riset ilmu eksakta) pun bermasalah. Lab harus mengantre. Kantor ditutup," jelas dia.
Poltak juga menyampaikan, ada kesalahan dalam struktur organisasi di BRIN, yakni kehadiran dewan pengarah. Dia menilai dewan pengarah tidak dibutuhkan oleh BRIN yang semestinya menjadi lembaga yang benar-benar independen. Apalagi, saat ini dewan pengarah berada di bawah kooptasi partai politik.
"Waktunya kepala BRIN ini juga tersita karena struktur organisasi yang ada di BRIN ini juga ada yang tidak benar. Ada dewan pengarah. Buat apa? Lembaga BRIN harus independen. Apalagi dewan pengarah ini di bawah kooptasi partai politik. Bayangkan," ungkap Poltak.
Menurut Poltak, penting untuk memperbaiki struktur organisasi di BRIN dengan meniadakan dewan pengarah. Struktur BRIN, kata dia, semestinya benar-benar terdiri dari orang yang benar-benar profesional, tidak partisan, bebas, dan independen.
Jika sudah tercampur politik, ditambah kapabilitas dan kapasitas pemimpin BRIN rendah, maka akan semakin kacau. "Tidak bisa lagi mau diberesin. Di satu sisi ditarik-tarik oleh partai politik, di sisi lain dia mau benahi tapi tidak punya kemampuan. Ini PR yang berat. Bisa dibayangkan yang terjadi apa? Kemunduran. Kalau dibiarkan kehancuran," terang dia.