REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan masyarakat harus bisa memahami dan memaklumi apabila pemerintah melakukan sejumlah tindakan atau menangani orang-orang yang dicurigai terlibat dengan jaringan terorisme.
"Kita berharap juga masyarakat memaklumi atas langkah-langkah pemerintah terutama lembaga pemberantas atau yang bertugas mencegah terjadinya terorisme kalau mengambil langkah tersebut," kata Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta, Senin.
Lembaga pemerintah yang dimaksud mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut ialah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Imbauan Mahfud tersebut beranjak dari masih adanya masyarakat yang ambigu dalam menilai langkah pemerintah jika menangani orang yang diduga terlibat jaringan terorisme.
Menko Polhukam mencontohkan ketika aparat keamanan menangkap orang yang diduga terlibat jaringan terorisme maka pemerintah dicap diskriminasi, anti-demokrasi dan lain sebagainya.
Padahal, sebelum pemerintah dalam hal ini aparat keamanan melakukan penangkapan segala informasi tentang keterlibatan dan lain sebagainya sudah dikantongi lebih dulu hingga akhirnya terbukti di pengadilan.
Sebaliknya, jika terjadi bom bunuh diri atau serangan terorisme maka pemerintah langsung dicap terlambat atau tidak mengantisipasi hal tersebut. Oleh sebab itu, kata dia, masyarakat harus bisa memahami apabila aparat keamanan mengambil langkah-langkah tegas atau penindakan di lapangan.
"Menangani terorisme ini adalah tugas yang berat karena akan menentukan segalanya," jelas dia.
Ia mengatakan apabila terorisme terlambat ditangani maka bisa berdampak buruk pada aspek-aspek lain seperti ekonomi, politik hukum dan lain sebagainya.
Di satu sisi, tokoh kelahiran Kabupaten Sampang 65 tahun silam tersebut melihat saat ini penanganan dan pencegahan tindak pidana terorisme semakin baik atau kejahatannya sudah makin berkurang.