Jumat 27 Jan 2023 18:27 WIB

Dibahas Diam-Diam, Ada Apa Dengan BPJS Pada RUU Kesehatan

Masyarakat harus dilibatkan membahas RUU Kesehatan, termasuk tentang BPJS.

-BPJS Kesehatan memperoleh penghargaan dari Red Hat APAC Innovation Awards 2022 atas upaya dalam proses transformasi digital melalui modernisasi infrastruktur teknologi dengan menggunakan teknologi open source. BPJS Kesehatan memperoleh penghargaan untuk kategori Cloud-Native Development, hal tersebut diperoleh karena organisasi ini terus melakukan berbagai inovasi layanan digital sehingga meningkatkan pengalaman peserta untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
Foto: istimewa
-BPJS Kesehatan memperoleh penghargaan dari Red Hat APAC Innovation Awards 2022 atas upaya dalam proses transformasi digital melalui modernisasi infrastruktur teknologi dengan menggunakan teknologi open source. BPJS Kesehatan memperoleh penghargaan untuk kategori Cloud-Native Development, hal tersebut diperoleh karena organisasi ini terus melakukan berbagai inovasi layanan digital sehingga meningkatkan pengalaman peserta untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pemerintah sudah menjalankan omnibus law cipta kerja yang menggabungkan sejumlah peraturan perundang-undangan. Hal itu dimaksudkan untuk memangkas birokrasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Sukses dengan omnibus law tersebut, kini DPR berencana menerapkan pola yang sama. Sasarannya kini adalah undang-undang kesehatan. Rancangan Undang Undang Kesehatan yang berbasis omnibus law akan dibahas para anggota dewan. RUU ini menjadi pertanyaan banyak pihak. Pembahasannya terkesan tertutup dan kurang transparan, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan, semisal, apa sebenarnya yang dibahas di dalamnya.

Keterlibatan masyarakat dalam pembahasan merupakan keniscayaan, sebab nantinya yang merasakan manfaat dan risikonya adalah mereka. Namun hingga kini belum diketahui siapa unsur masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU tersebut.

Dua unsur yang seharusnya terlibat dari unsur masyarakat. Pertama adalah pegiat kesehatan seperti kalangan dokter, pengelola fasilitas kesehatan, perawat, dan apoteker. Kedua adalah unsur ketenagakerjaan seperti serikat buruh dan perusahaan. Semuanya harus sama-sama memberikan pandangannya terkait dengan RUU kesehatan yang nanti akan berpola omnibus law.

Salah satu hal krusial dalam pembahasan RUU ini adalah tentang posisi badan pengelola jaminan sosial, baik itu kesehatan maupun ketenagakerjaan. Kedua badan itu lahir dari rahim negara yang mengutamakan pemekaran dan desentralisasi kelembagaan negara. 

Maksudnya adalah untuk memaksimalkan peran pemerintahan dan lebih banyak memberikan manfaat kepada masyarakat. Namun kini, dalam pembahadan RUU Kesehatan itu, ada hal yang harus menjadi sorotan. Ada upaya untuk mendorong kedua badan tadi untuk kembali menjadi seperti pada masa lalu, berada di bawah kementerian, seperti halnya Jamsostek dan Askes yang menjadi badan usaha milik negara.

Dua badan tersebut kini mengelola dana yang besar. BPJS Kesehatan pada 2023 ini mengelola total anggaran Rp 143 triliun. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan, dana kelolaannya mencapai Rp 607,13 triliun. Jumlah keduanya akan terus bertambah seiring dengan penambahan kepesertaan yang tercerahkan dengan perlindungan jaminan sosial.

Pengamat Ketenagakerjaan Eko Darwanto menjelaskan, dana sebanyak itu sudah setara, bahkan melebihi anggaran sejumlah kementerian dan lembaga negara, sehingga akan tidak pas bila BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan malah di-downgrade menjadi di bawah kementerian atau lembaga negara. 

Mantan sekretaris jenderal Konfederasi Sarbumusi ini mengingatkan, perjuangan mendirikan Badan Pengelola Jaminan Sosial, termasuk di dalamnya BPJS Ketenagakerjaan, adalah untuk desentralisasi dan pemekaran kelembagaan negara, dari Jamsostek dan Askes di bawah BUMN menjadi badan negara yang setingkat dengan kementerian dan lembaga yang langsung di bawah Presiden. Dengan sistem demikian, lembaga menjadi lebih cepat tumbuh, menjadi lebih terbuka, dan menjadi lebih strategis menopang negara yang dipimpin oleh Kepala Negara.

“Jadi sudah pas apa yang berjalan saat ini. Kalau ada suara atau usulan untuk di bawah kementerian atau lembaga, namanya set back alias kemunduran. Namanya kemunduran itu berarti menyalahi hukum alam,” ujar Eko saat dihubungi pada Jumat 27 Januari 2023.

Jalannya suatu lembaga, termasuk BPJS Ketenagakerjaan, pasti membutuhkan evaluasi. Harus ada penguatan dan upaya memaksimalkan dan mendorong program jaminan sosial menjadi lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ini merupakan dinamika yang pasti terjadi, tapi penguatan di sini jangan malah mundur ke belakang dengan menjadikan BPJS, baik ketenagakerjaan maupun kesehatan menjadi di bawah kementerian.

“Sekali lagi, bukan begitu caranya. Yang ada saat ini harus diperkuat, misalnya dengan memaksimalkan literasi jaminan sosial kepada masyarakat, sehingga semakin banyak warga yang menjadi peserta jaminan sosial. Juga meningkatkan pelayanan sehingga semakin bertambah manfaat yang dirasakan,” kata Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement