Rabu 25 Jan 2023 06:30 WIB

Omnibus Law Kesehatan, 'Jalan Pintas' Agar Pemerintah Bisa Atur Dokter

Revisi UU Kesehatan di DPR direncanakan melalui metode omnibus law.

Ilustrasi dokter. Pemerintah ingin bisa mengatur hal-hal terkait dunia kedokteran lewat revisi UU Kesehatan dengan metode omnibus law.
Foto:

Pekan lalu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, pihaknya masih tengah menyusun naskah akademik dan draf revisi UU Kesehatan. Menurutnya, perlu ada kajian lebih mendalam terkait revisi undang-undang yang menggunakan metode omnibus law tersebut.

Baleg dimintanya untuk mengundang kembali organisasi profesi yang berkaitan dengan kesehatan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU). Sebab, revisi tersebut akan mencakup undang-undang profesi lainnya.

"Ini jalannya sebenarnya harusnya masih lebih panjang dan harus sangat hati-hati, bukan berarti kita tidak mau diubah. Banyak yang harus diperbaiki, tetapi harus sangat hati-hati, dan jeli, serta cermat," ujar Ledia.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto menolak pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law. Sebab, revisi undang-undang tersebut menghadirkan kemungkinan pemecah-belahan organisasi profesi kesehatan.

Revisi UU Kesehatan sendiri akan menggunakan mekanisme omnibus law atau menggabungkan undang-undang lainnya. Undang-undang yang akan digabungkan dalam revisi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Ada indikasi dipecah-belahnya kami organisasi profesi, bahwa kami di kedokteran hanya satu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), PPNI hanya satu, Persatuan Perawat Nasional ,IAI juga sama, IPI juga sama, ada klausul yang dimungkinkan memecah-belah," ujar Slamet, Senin (16/1/2023).

Selanjutnya adalah permasalahan adanya aturan terkait izin praktik. Ia menjelaskan bahwa lewat revisi UU Kesehatan, pencapaian kompetensi ditentukan oleh Menteri Kesehatan dan pemerintah daerah, padahal seharusnya itu adalah ranah organisasi profesi.

"Intinya bahwa undang-undang ini tujuannya tadi katakan filosofinya baik, tapi tidak harus mencabut undang-undang profesi. Ada masalah pasal, salah sedikit itu perlu diperbaiki, tapi tidak mencabut," ujar Slamet.

"Karena undang-undang ini mencabut, maka kami sepakat organisasi profesi untuk menolak omnibus law," sambungnya.

Karena masih banyaknya poin yang perlu diperbaiki dalam revisi UU Kesehatan, IDI mendorong DPR untuk menunda pembahasannya. Termasuk untuk mengeluarkannya terlebih dahulu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

"Mendesak RUU tersebut dikeluarkan dari prolegnas DPR RI. Namun apabila hal ini tetap dilanjutkan untuk disahkan, kami mempertanyakan komitmen integritas DPR RI sebagai perwakilan rakyat, juga pemerintah dalam menjalankan amanah konstitusi negara," ujar Slamet.

 
photo
Kitab kedokteran fenomenal sarjana muslim - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement