Jumat 20 Jan 2023 16:36 WIB

BKKBN: Penanganan Stunting 2023 Fokus pada Rumah tak Layak Huni

BKKBN terus melengkapi data keluarga yang berisiko stunting secara by name by address

Pemilik rumah berada di dalam rumahnya di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Selasa (2/2/2021). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan selama tahun 2023, akan mulai berfokus menangani permasalahan stunting pada keluarga yang memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni.
Foto: MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA
Pemilik rumah berada di dalam rumahnya di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Selasa (2/2/2021). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan selama tahun 2023, akan mulai berfokus menangani permasalahan stunting pada keluarga yang memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan selama tahun 2023, akan mulai berfokus menangani permasalahan stunting pada keluarga, yang memiliki rumah dengan kondisi tak layak huni. Keluarga yang tidak punya jamban, rumah tidak layak huni, air tidak bersih akan menjadi prioritas. 

"Makanya di BKKBN ada data keluarga yang berisiko stunting," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Waktu Indonesia Berencana (WIB) yang disiarkan di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Baca Juga

Hasto menuturkan bahwa BKKBN terus melengkapi data keluarga yang berisiko stunting, secara by name by address untuk memberikan intervensi yang sesuai pada target sasaran percepatan penurunan stunting. Hal yang mendasari keluarga dengan rumah tak layak huni menjadi fokus utama, yakni karena hasil dari penelusuran audit kasus stunting menyatakan rumah tak layak huni berperan meningkatkan potensi anak terkena stunting.

Misalnya stunting yang diakibatkan oleh anak terkena diare yang berulang. Diare kemudian menyebabkan berat badan anak tidak bertambah, karena sumber air di rumah yang sudah tercemar feses atau keterbatasan jamban dan sanitasi bersih.

Pihak yang menjadi fokus BKKBN selanjutnya adalah keluarga dengan kondisi usia terlalu muda atau terlalu tua. Keluarga dengan kriteria tersebut berisiko tinggi stunting karena terdapat kemungkinan mereka tidak ber-KB sehingga jarak antarkehamilan dan kelahiran kurang, atau masih menginginkan kehamilan saat usianya sudah berisiko bagi kesehatan ibu.

"Kalau nanti dia sudah umur 36-38 semangat ingin hamil, itu berisiko tinggi. Jadi orang yang jaraknya terlalu dekat, anaknya baru satu atau dua bulan dia tidak KB lalu dia kebobolan itu juga berisiko stunting. Itu yang menjadi sasaran utama," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement