Selasa 17 Jan 2023 18:04 WIB

Tak Temukan Faktor Meringankan, Mengapa Jaksa tak Tuntut Hukuman Mati untuk Ferdy Sambo?

Jaksa hari ini menuntut Ferdy Sambo hukuman penjara seumur hidup.

Terdakwa Ferdy Sambo tiba untuk menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut  terdakwa Ferdy Sambo penjara seumur hidup karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana  terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Yosua.
Foto:

Pengacara Keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak menilai tuntutan hukuman penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo itu belum sesuai dengan harapan publik, pun keluarga Brigadir J. Karena selama ini, kata Martin, masyarakat, dan juga keluarga Brigadir J menghendaki Ferdy Sambo mendapatkan hukuman mati.

“Dalam hal tuntutan pidana penjara seumur hidup untuk terdakwa Ferdy Sambo ini, keluarga korban tidak merasa puas, dan kecewa. Karena seharusnya jaksa penuntut umum lebih maksimal dalam penuntutan,” ujar Martin saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (17/1/2023).

Martin menilai, analisis hukum dalam tuntutan JPU itu, meyakinkan hakim tentang terpenuhinalya bukti-bukti, maupun unsur-unsur dalam Pasal 340 KUH Pidana juncto Pasal 55 aat (1) ke-1 KUH Pidana. Pasal tersebut, menjadi dakwaan utama bagi JPU dalam penuntutan hukuman terhadap Ferdy Sambo.

Pasal tersebut terkait pembunuhan berencana, yang memberikan ancaman hukuman mati. Tak cuma itu, kata Martin, JPU dalam uraian tuntutannya, pun meyakinkan majelis hakim tentang terbuktinya perbuatan pidana lain yang dilakukan Ferd Sambo. Yaitu terkait dakwaan kedua primer Pasal 49 dan Pasal 48 UU ITE juncto Pasal 55 aat (1) ke-1 KUH Pidana.

Menurut Martin, dalam kesimpulannya, JPU juga meyakinkan majelis hakim tentang peran Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual dalam pembunuhan berencana Brigadir J. Pun juga aktor utama dalam upaya memanipulasi kematian di Duren Tiga 46 itu. Sebab itu, kata Martin, semestinya JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana maksimal, berupa hukuman mati terhadap Ferdy Sambo.

“Yang kami sependapat itu, adalah kesimpulan hukumnya. Tetapi bukan terkait tuntutannya yang seumur hidup. Seharusnya dituntut lebih maksimal atas perbuatan terdakwa yang menjadi aktor utama, dan pelaku utama dalam hilangnya nyawa korban (Brigadir J),” ujar Martin.

Meskipun begitu, kata Martin, keluarga Brigadir J, pun juga para pendamping hukumnya, berharap kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang lebih maksimal terhadap Ferdy Sambo. “Kami sangat berharap nantinya majelis hakim, dapat memberikan vonis dan hukuman yang lebih maksimal dari apa yang dituntut oleh jaksa penuntut umum,” ujar Martin. 

Pada akhir Agustus 2022 lalu atau hampir sebulan setelah peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J, Indikator Politik pernah merilis hasil survei yang menunjukkan bahwa mayoritas publik menginginkan agar Ferdy Sambo dihukum mati.

 

"Mayoritas menilai Ferdy Sambo pantas dihukum mati," kata Direktur Ekesekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya di Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Burhanuddin memaparkan hasil survei mendapat bahwa 54,9 persen publik menilai Irjen Ferdy Sambo pantas mendapatkan hukuman mati. Sedangkan 26,4 persen masyarakat ingin agar kadiv Propam nonaktif itu dipenjara seumur hidup.

Hanya 3,4 persen yang berpendapat tersangka Ferdy Sambo pantas dihukum 20 tahun kurungan dan 5,2 persen menjawan hukuman lainnya. Sedankgan, 10,1 persen mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

Survei juga mendapat bahwa 75 persen orang mengetahui kabar Ferdy Sambo merekayasa kematian Brigadir J. Dari angka tersebut, sebanyak 40,5 persen diantaran mengaku cukup percaya dan 35,1 persen sangat percaya. Sedangkan 11,2 persen kurang percaya dan 4,1 persen tidak percaya.

"Mayoritas warga juga cukup dan sangat percaya bahwa Ferdy Sambo telah merekayasa peristiwa tewasnya Brigadir J tersebut, sekitar 75-76 persen," kata Burhanuddin lagi.

Survei Indikator dilakukan terhadap sekitar 83 persen WNI dari total populasi nasional yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon. Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing terhadap 1.229 responden yang dipilih secara acak, tervalidasi dan skrining.

Wawancara terhadap responden dilakukan melalui telepon oleh pewawancara yang dilatih. Margin of error survei diperkirakan sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.

 

photo
Hasil Tes Poligraf Ferdy Sambo cs. - (Infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement