Simpulan tim JPU soal adanya perselingkuhan antara Brigadir J dan Putri Candrawathi sejalan dengan keraguan majelis hakim sebelumnya atas pengakuan terdakwa Putri Candrawathi terkait peristiwa pemerkosaan yang dituduhkan kepada Brigadir J. Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan pada Rabu (11/1/2023) lalu mengatakan, cerita tentang kekerasan seksual di rumah Magelang, Jawa Tengah (Jateng) versi Putri dan terdakwa Ferdy Sambo yang menjadi pemicu pembunuhan di Duren Tiga 46 itu, bertolak belakang dengan reputasi profesi, maupun standar kesehatan tinggi pasangan suami istri tersebut saban harinya.
Menurut hakim Wahyu, jika benar Brigadir J melakukan pemerkosaan, semestinya Putri melakukan tes visum. Mengingat Putri, menurut hakim Wahyu, punya latar belakang pendidikan yang mapan sebagai dokter gigi.
Pun istri Sambo itu, kata hakim Wahyu, selama di persidangan mengaku menerapkan standar kesehatan tinggi terhadap diri sendiri, pun semua anggota keluarga. Putri dikatakan hakim Wahyu, kerap menerapkan protokol kesehatan ketat di keluarga.
Karena itu, hakim Wahyu mencecar Putri tentang mengapa tak melakukan visum, jika peristiwa pemerkosaan tersebut benar-benar terjadi. Menurut Wahyu, ketika terjadi pemerkosaan, yang paling ditakutkan oleh korban biasanya adalah penyakit menular seksual (PMS).
"Saudara (Putri) kan seorang dokter, di keluarga saudara juga protokol kesehatannya sangat tinggi. Bahkan kalau ada yang datang ke rumah, harus tes PCR segalam macam. Tetapi itu berkebalikan dengan peristiwa di Magelang itu (pemerkosaan). Kenapa saudara tidak pergi ke dokter, paling tidak untuk memeriksakan diri?” tanya hakim Wahyu kepada Putri saat persidangan.
Atas pertanyaan dan pernyataan hakim Wahyu itu, Putri sebagai terdakwa, sempat terdiam untuk merespons. Tetapi dengan suara pelan dan terdengar menangis, Putri menjelaskan, dirinya yang tak dapat melakukan apa pun setelah mengalami perbuatan asusila dari Brigadir J itu. Termasuk kata dia, upaya untuk melakukan visum, pun tak ada dalam pikirkannya.
“Yang mulia, setelah kejadian itu (pemerkosaan), saya itu hanya bisa diam, dan tidak bisa berkata apa-apa. Karena saya bingung,” jawab Putri.
Putri melanjutkan, pikirannya pada saat itu hanya menghendaki agar peristiwa pemerkosaan tersebut, tak terungkap ke orang banyak karena alasan aib dan malu.
“Saya malu dengan apa yang terjadi pada saya. Dan saya tidak tahu harus bagaimana yang sebenarnya,” sambung Putri.
Hakim Wahyu pun mempertegas pertanyaannya tentang visum yang seharusnya dilakukan oleh Putri jika benar dirinya mengalami pemerkosaan. “Dan memang saudara (Putri) tidak melakukan visum. Betul?” tanya hakim Wahyu.
Putri pun menegaskan jawabannya, bahwa dirinya memang tak pernah melakukan pemeriksaan medis pascaperistiwa pemerkosaan itu. “Saya tidak pernah visum,” kata Putri.
Brigadir J adalah ajudan Ferdy Sambo. Namun tugasnya melakukan pengawalan, dan sopir dari Putri saban harinya. Brigadir J dibunuh dengan cara ditembak mati dengan pistol.
Dalam pembunuhan tersebut lima terdakwa diajukan ke persidangan. Selain Sambo, dan Putri, dalam kasus itu juga menjadikan dua ajudan lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer (RE), dan Bripka Ricky Rizal (RR) sebagai terdakwa, bersama satu pembantu rumah tangga Kuat Maruf (KM). Tetapi tiga terdakwa lainnya itu, pun tak mengetahui tentang peristiwa pemerkosaan atau kekerasan seksual yang terjadi di Magelang itu.
Di persidangan terungkap, penembakan terhadap Brigadir J dilakukan oleh terdakwa Richard. Anggota Brimob berusia 24 tahun tersebut menembak Brigadir J tiga sampai empat kali menggunakan pistol Glock-17.