Jumat 13 Jan 2023 20:40 WIB

Candaan Megawati ke Jokowi, Antara Etika dan Eufemisme Politik

Megawati di HUT PDIP menyebut Jokowi kasihan sebagai presiden jika tidak ada PDIP.

Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri dalam ulang tahun PDI Perjuangan ke-50
Foto: istimewa
Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri dalam ulang tahun PDI Perjuangan ke-50

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar

Candaan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato pada HUT ke-50 PDIP, Selasa (10/1/2023) lalu dinilai tidak etis. Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai candaan Megawati tak etis lantaran menganggap remeh dengan menyebut Jokowi tidak ada apa-apanya kalau tidak ada PDIP. 

Baca Juga

"Maka candaan politik Mega keterlaluan. Karena Jokowi merupakan Presiden RI," kata Najmuddin, Jumat (13/1/2023). 

Menurut Najmudin, sebagai tokoh besar parpol, seharusnya Megawati harus pandai memilih pesan-pesan politik walau lewat langgam berseloroh. Najmuddin melihat dari keseluruhan momen perayaan HUT ke-50 PDIP, terlihat Megawati ingin dinilai lebih kharismatik dan punya kepemimpinan lebih kuat daripada Jokowi. 

Namun anehnya lanjut Najmuddin, Jokowi pada momen tersebut terlihat santai saja. Seharusnya sebagai seorang kepala negara, Jokowi memberi kesan bahwa ia tersinggung dengan candaan Mega tersebut. 

"Jokowi sebagai seorang Kepala Negara justru tidak memperlihatkan  ketersinggungan. Hal ini menurut saya pertaruhan kredibilitas kualitas leadership dan kharismatik," ujar Najmuddin. 

 

Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad, juga menanggapi sindiran yang Megawati kepada Presiden Jokowi dalam pidato HUT ke-50 PDIP. Menurutnya, sindiran tersebut ditunjukan tidak hanya untuk Jokowi tetapi juga untuk mengingatkan seluruh kadernya.

"Untungnya di situ disebutkan, 'Kasihan kalau Pak Jokowi tidak didukung PDIP', saya kira itu bentuk eufemisme juga untuk mengatakan bahwa juga mengingatkan tidak hanya ke Pak Jokowi tapi semua kader bahwa siapapun yang dicalonkan PDIP ya apa pun jabatan posisinya dianggap petugas partai dalam arti positif internal ya, artinya mengemban memberikan semacam beban atau tugas atau amanat yang harus dijalankan sebagai kader partai, saya kira itu eufemisme yang sudah bagus dilakukan," kata Nyarwi ditemui di UGM, Yogyakarta, Kamis (12/1/2023). 

Selain itu, Nyarwi menilai pernyataan Megawati tersebut juga menunjukkan bahwa bukan hanya pentingnya peran PDIP ketika mencalonkan Jokowi sebagai presiden, tetapi juga keberadaan PDIP juga masih dipandang penting.

"Oleh ketum juga diharapkan bisa tetep mengawal Pak Jokowi sampai masa akhir periodenya," ujarnya. 

Nyarwi juga memandang tak ada ketersinggungan yang diperlihatkan usai Megawati menyampaikan hal tersebut. Sebab, menurutnya hal tersebut telah menjadi parodi di internal yang dipahami. 

"Apalagi Bu Mega memposisikan sebagai ketum dan ibu, kecuali konteksnya di sana ada semacam dinamika, katakanlah ada gap, ada jarak Pak Jokowi sama Bu Mega. Tapi kalau kita lihat beberapa bulan terakhir isu itu gak ada," ungkapnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement