Rabu 11 Jan 2023 21:21 WIB

KPK Ungkap Konstruksi Kasus Lukas Enembe

KPK mengungkap konstruksi perkara yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers penahanan tersangka Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe di RSPAD, Jakarta, Rabu (11/1/2023). KPK mengungkap konstruksi perkara yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers penahanan tersangka Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe di RSPAD, Jakarta, Rabu (11/1/2023). KPK mengungkap konstruksi perkara yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap konstruksi perkara yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Lukas baru saja ditangkap KPK pada Selasa (10/1) dan kini (11/1) menjalani perawatan di RSPAD Gatot Subroto. 

Dengan kedudukannya sebagai Gubernur, KPK menduga Lukas kemudian ikut terlibat hingga berperan aktif dalam beberapa kegiatan pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua dengan memenangkan perusahaan tertentu. Salah satunya perusahaan milik tersangka Rijatono Lakka (RL) yaitu PT TBP (Tabi Bangun Papua) untuk mengerjakan proyek multi years. 

Baca Juga

Agar dimenangkan, Rijatono diduga melakukan komunikasi, pertemuan hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan berlangsung. KPK menyebut pihak-pihak yang ditemui Rijatono diantaranya Lukas dan beberapa pejabat di Pemprov Papua.

"Melalui pertemuan tersebut, tersangka RL kemudian mendapatkan paket proyek di tahun anggaran 2019 sampai dengan 2021," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers pada Rabu (11/1/2023). 

Rincian proyek tersebut : proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar, proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar, proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.

"Diduga kesepakatan yang disanggupi RL untuk diberikan yang kemudian diterima Lukas dan beberapa pejabat di Pemprov Papua diantaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN," ujar Firli. 

Sebelum maupun setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Lukas diduga menerima uang dari Rijatono sebesar Rp 1 miliar. LE diduga juga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp 10 miliar. 

"Saat ini kami terus lakukan pendalaman terkait informasi dan data termasuk aliran uang yang diduga diterima LE dan juga dugaan perubahan bentuk ke dalam beberapa aset yang bernilai ekonomis," ucap Firli.

Hingga saat ini, Tim Penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 76 orang dan penggeledahan di 6 tempat (Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang, Batam). KPK turut melakukan penyitaan aset antara lain berupa emas batangan, perhiasan emas dan kendaraan mewah dengan nilai sekitar Rp4,5 miliar.  

"KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp 76,2 miliar," sebut Firli. 

Atas dasar itulah, Lukas disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement